My Blog List

Monday, December 26, 2016

Me & U - PRIVATE SECRET 27



NEW HOPE


"Jika kalian menanyakan apa yang aku rasakan setelah malam ini? Aku tentu saja akan menjawab, Lega dan pastinya ada kepuasan tersendiri setelah mengungkap identitasku yang sebenarnya. Dan biarkan peristiwa tadi menjadi pelajaran berharga buat Pak Reza maupun Pak Umar untuk tidak menilai seseorang dari penampilan luarnya. Untuk Rahma, sorry. Memang dirimu sepertinya tidak diciptakan untukku" Sebuah senyum kepuasan tampak tersirat diwajah Al, pada malam ini saat ia meninggalkan Runtono Resto menuju rumah kediaman orang tuanya.

Suasana kota Makassar di sepanjang jalan Jend. Sudirman yang tersambung dengan Jalan Sam Ratulangi, malam ini terlihat tidak begitu ramai. Al mengendarai SUV kesayangannya dengan laju kecepatan yang sedang-sedang saja. Mungkin ada baiknya malam ini dia berkumpul dengan keluarganya, menenangkan hatinya dan juga memang sudah lama dia tidak bercengkrama dengan kedua orang tuanya.

Dan ia pun kemudian langsung mengarahkan SUV-nya untuk menuju ke rumah orang tuanya.

Al membunyikan klakson mobilnya saat tiba di depan pagar rumahnya, lalu tak lama Daeng Kebo, seorang asisten rumah tangga orang tuanya membukakan pagar rumahnya. Sekilas terlihat Al mengernyitkan keningnya saat melihat sebuah mobil sedan Honda City terparkir di depan rumahnya. Ternyata saat ini kediaman orang tuanya sedang kedatangan tamu.

"Assalamualaikum wr wb..." Al mengucapkan salam saat masuk kedalam rumah.

"Wa'alaikumsalam wr wb..." jawab Ayahnya yang saat ini duduk menemani seorang pria di ruang tamu yang asing bagi Al.

"Ada tamu yah," ujar Al dan menyalim tangan Ayahnya.

"Iya, nih kenalin anak Om yang paling tua. Kakaknya Echi" ujar Ayah Al sembari memperkenalkan pria yang duduk di depannya.

"Mamat Rajotahu, kak. Atau panggil mamat aja." ujar pria itu yang bernama Mamat. Perawakan sedikit tambun, dengan kumis tipis malam ini memakai kemeja biru kotak-kotak. Dan jeans hitam menunjukkan bahwa pria itu bukan dari kalangan orang biasa. Setidaknya, Mamat juga berasal dari keluarga yang berkecukupan.

"Hai, panggil Al aja yah." Balas Al.

"Iya Kak," ujar Mamat.

"Boleh nanya? Kok nama kamu ada tahunya segala?" Tanya Al yang sedikit merasa heran dengan nama akhir si Mamat.

Sedikit merasa kikuk, Mamat tersenyum kecut mendengar pertanyaan Al barusan.

"Hehe... gak tau tuh orang tua saya yang ngasih nama kak." Jawab Mamat.

"Hehe... ohhhh, kirain kamu demennya makan Tahu... atau punya usaha Tahu gitu" ujar Al mencoba mengakrabkan diri dengan si Mamat.

"Bisa aja Kak Al... hehehe, tapi memang sih Kak. Kebetulan orang tua dibidang usaha Tahu industry"

"Ohhh kan bener tebakanku..." ujar Al.

"Ya udah, kalo gitu Om tinggal bentar yah. Biar Al aja yang nemeni nak Mamat" ujar Ayahnya Al sambil beranjak menuju ruang tengah.

"Makasih Om"

"Btw kamu temen kuliahnya Echi yah?" Tanya Al saat mereka berdua di ruang tengah.

"Iya Kak," jawab Mamat tersenyum.

"Oh iya Echinya kemana yah? Apa udah nelfon tadi ke Echi?" Tanya Al karena tak melihat jejak adik bungsunya dalam rumah.

"Kata si Om, Echi lagi keluar dengan temannya kak... tapi, Om tadi udah nelfon dan kata Echi dia udah otw ke rumah" jawab Mamat.

"Syukurlah kalo gitu... tapi aku heran loh, kamu temen atau temen specialnya si echi?" Tanya Al mengkerutkan keningnya membuat Mamat merasa kikuk berhadapan dengan si Al. "Kalo teman specialnya, masa iya gak info dulu ke Echi kalo mau kerumah."

"Hehehe... kebetulan saya pacarnya Echi Kak." Jawab Mamat penuh percaya diri.

"Ohhhh gitu toh... saran dari aku sih, kalian masih kurang komunikasi. Jadi, kalo mau langgeng hubungan kalian... perbaikin dari hal-hal terkecil, misal kek gini. Masa iya kamu datang bertamu tapi Echinya malah keluar" ujar Al dan Mamat hanya manggut-manggut. "Ngerti kan Maksudku?"

"Iya kak, Ngerti."

"Eh iya minum dulu kopinya Mat." Ujar Al menyuruh Mamat minum kopi yang sudah di sediakan untuk Mamat.

"Iya makasih Kak."

"Santai aja Mat, anggap rumah sendiri" ujar Al tersenyum.

"Hemmm... dengar-dengar perusahaan yang kakak kelola saat ini di bidang retail yah?" Tanya Mamat mengajak ngobrol Al kembali mengenai kerjaan Al saat ini.

"Iya, bergerak di bidang Distributor Fast Moving Consumers Goods [FMCG]" jawab Al.

"Trus kata Echi, kak Al juga sedang membangun pabrik yah?"

"Yah, alhamdulillah... masih dalam masa pembangunan sih Mat."

"Kalo boleh tau, nama pabriknya apaan kak?" Sepertinya Mamat saat ini sangat antusias membahas masalah bisnis dengan Al.

"Nama pabriknya Inti Sari Pratama, produknya Sabun Cuci Piring dan Hand Soap Mat." Jawab Al membuat Mamat mangguk-mangguk.

"Oh iya Kak, saya pengen nanya lagi nih kak. Boleh?" Ujar Mamat yang sepertinya ada rasa penasaran di dirinya saat ini.

"Silahkan Mat, semoga aku bisa jawab." Ujar Al yang sudah menyerup kopinya yang baru saja di bawakan oleh PRT dirumahnya.

"Untuk menarik konsumen dan menambah pengambilannya dari rata-rata sebelumnya, caranya gimana yah Kak?" Ujar Mamat. "Saya sih sebelumnya sempat punya ide, ngasih sesuatu seperti hadiah gitu buat para pedagang" lanjutnya.

"Yap, Jadi kamu target aja si-grosirnya atau pelanggan kamu selama ini yang rata-rata pengambilan besar." Jawab Al. "Berikan hadiah ke mereka, sesuai yang mereka butuhkan."

"Jadi gini Kak, aku saat ini sedang berfikir untuk membuka suatu usaha yang bisa meng-cover dari hulu ke hilir Kak" Ujar Mamat, Al sepertinya paham apa yang di maksud Mamat. Namun, kali ini Al membiarkan Mamat menjelaskan dulu apa yang ia pikirkan. Dan Al hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Mamat. "Apakah ada masukan dari Kak Al yang saya maksud? Tapi ini dimulai dari usaha yg skala kecil?" Lanjut si Mamat melemparkan pertanyaan ke Al.

"Ok yang aku mau tanyakan ke kamu sebelum panjang lebar, saat ini apakah kamu mau ngembangin usaha orang tua kamu? Atau malah berbeda?" Tanya Al.

"Iya Kak, jadi saya tuh pengen ngembangin usaha ayah saya."

"Jadi gini, kalo kamu mau ngembangin usaha industry tahu orang tua kamu. Ada baiknya kamu fokus di distribusinya. Jadi sudah bisa dikatakan selangkah lebih maju. Cukup pabrik di kelola oleh orang tuamu, dan kamu buat satu usaha yang menghandle pendistribusiannya di market.?" Ujar Al.

"Oke, tapi saya pengennya punya usaha yang mendistribusikan produk dan juga mempunyai toko grosir misalnya yang khusus menjual tahu gorengan atau apalah. Ini misal aja yah Kak."

"Hemm... satu-satu dulu kita bahas yah. Yang pertama mengenai plan untuk usaha distribusi produk ke market... cukup simple, kamu cukup membantu usaha orang tua kamu dengan tujuan agar masing-masing fokus di bidangnya... orang tua kamu cukup memproduksi saja sesuai request dari kamu Mat. Kamu yang mendelivery ke semua pelanggan." Jelas Al.

"Paham Kak, nah sekarang... pastinya kan di awal saya pengen membangun trust-nya para pelanggan yang selama ini sudah menjadi langganan tetap orang tua saya. Bahkan boleh dikatakan merekalah sebetulnya yang selama ini banyak membantu untuk pengembangan usaha orang tua saya kak." Ujar Mamat yang terlihat serius dan antusias dalam berdiskusi dengan Al. "Namun, mereka selama ini kan sudah dimanjakan dengan special harga dari ayah saya. Kalo saya cover langsung, apakah hitungannya gak rugi kak? Karena, jelas marginnya akan tipis atau boleh dikatakan saya gak akan mendapatkan margin." Lanjut Mamat.

"Boleh tau, biasanya yang ngambil banyak itu outlet-outlet apa aja?"

"Tukang gorengan biasanya yg ambil banyak, kak" jawab Mamat.

"Yang simple aja yah, Berapa modal? berapa harga jual?"

"Jual normal ke konsumen biasa 1000, sedangkan jual ke pedagang 800... Modalnya sih 600 - 700 perak kak" jawab Mamat membuat Al sedikit paham arah pertanyaan Mamat. "Nah, selisih 100 perak kan jelas menjadi margin ayah saya. Berarti saya kerjanya hanya sia-sia aja."

"Hemm... gini, mungkin saran aku sih. Mulai saat ini kamu sosialisasikan mengenai kenaikan harga. Harga bahan baku misalnya kedelai sedang naik. Atau apalah, sehingga mereka sudah bisa melakukan estimasi untuk menaikkan harga usaha mereka." Jelas Al. "Atau bahkan mereka akan mengurangi ukuran produknya."

"Ok trus Kak?"

"Nah, kamu datang sebagai pihak yang akan menjadi agen distributor tunggal produk ayah kamu. Namun, kamu harus datang dengan sesuatu yang spesial tentunya." Jawab Al.

"Yang ada dipikiran saya sekarang sih Kak, seperti yang tadi saya bilang dimana awalnya saya akan memberikan hadiah ke mereka. Ada ide gak Kak?"

"Kalo saran aku sih, Mending kamu kontrak volume aja... kontraknya buat pedagang gorengan... Coba boost up utk growing bisnis di 5 pareto customers kamu." Ujar Al. "Cari apa yg mereka butuhkan, Contoh... supprot wajan atau kompor dengan cara kontrak volume."

"5 pareto customers maksudnya?" Tanya Rahmat yang sepertinya gagal paham istilah-istilah yang di ucapkan oleh Al.

"5 pengambilan paling besar... atau Konsumen yang paling banyak membeli produk kamu."

"Terus Kak?"

"Apa yg mereka butuhin?" Tanya Al.

"Pedagang gorengan tentu wajan, sendok dan saringan untuk goreng, minyak goreng, tepung, garam, gas."

"Kenapa gak support mereka dgn alat-alat tersebut? Tapi, dengan costing sheet yg akurat tentunya." Penjelasan Al sepertinya membuat Mamat makin semangat dalam menggali ilmu bisnis yang dimiliki oleh Al saat ini. Ada decak kagum terhadap Al. Dalam hati Mamat saat ini, ia bersyukur bertemu dengan Al. "Berikan sebuah kontrak MOU (Memorendum Of Understanding) utk di tanda tangani oleh kedua pihak... Tentukan kurun waktunya... Berapa lama dan berapa banyak." Lanjut Al.

"Trus gimana caranya saya bisa dapat selisih marginnya kak? modalnya kan sudah 700 terus jual ke mereka 800." Tanya Mamat kembali. "Berarti disini kan, margin bakalan bagi dua dengan ayah saya?"

"Kamu paham gak penjelasanku tadi? Mark Up harga Mat. Tapi, sebelum kamu mark Up ada baiknya sosialisasikan dari jauh hari dulu. Biar mereka gak kalang kabut dan memilih lari ke kompetitor kamu."

"Iya paham kak, jadi mungkin saya mark up dari 800 menjadi 900 gitu yah Kak?" Tanya Mamat.

"Yap... jadi kamu 100, ayah kamu juga marginnya tetap 100."

"Nah, sekarang yang buatku bingung. Apakah bisa, merubah kebiasaan mereka yang selama ini langsung berbelanja di pabrik tiba-tiba kita datang memperkenalkan diri sebagai agen tunggal dan harus mengambil produk dikami?"

"Tentu saja, awalnya mereka merasa aneh. Dan, bisa dikatakan itulah tantangan terberat kamu merubah kebiasaan mereka." Jawab Al.

"Ok, saya sudah nangkap keseluruhan maksud Kak Al. Semoga saja dalam waktu dekat saya bisa realisasikan plan saya yang tadi." Ujar Mamat ngangguk-ngangguk sambil tersenyum puas. "Luar biasa memang ilmu kakak, makasih banyak yah Kak atas sharingnya... jadi paham deh sekarang."

"Sama-sama Mat, aku hanya sharing aja apa yang aku tau."

Beberapa menit kemudian saat Al dan Mamat sedang asyik mengobrol santai di ruang tamu, sebuah Motor kawasaki 600 CC tiba didepan rumah Al.

Seorang gadis dengan penampilan casual malam ini baru saja turun dari atas motor. Seorang Pria dengan perawakan yang sama dengan si Mamat, tetapi kulitnya agak sedikit gelap dan pria itu membuka helmnya lalu tersenyum ke gadis itu.

"Masuk yuk." Echi, gadis yang baru saja turun dari motor mengajak temannya yang memboncengnya untuk masuk kedalam rumah.

"Gak papa nih Chi?" Tanya Pria itu yang bernama Popon P. Manuhutu. Seorang pria berdarah J*wa-Amb*n dengan tinggi badan yang hampir sama dengan Al.

"Gak apa-apa kali, yuk ah." Ajak Echi dan akhirnya Popon pun membuka jaketnya dan meletakkan helmnya di atas motornya.

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."

Keduanya masuk kedalam rumah, terlihat wajah tak senang dari Popon maupun Mamat saat mata mereka bertemu. Keduanya saling memasang wajah tak suka karena mengetahui bahwa kondisinya saat ini, kenapa harus bertemu di rumah Echi.

"Chi, dari mana aja? Tuh cowok kamu udah lama nunggu." Tanya Al saat Echi duduk di sampingnya.

"Dari jalan-jalan... hehehe," jawab Echi dengan gaya cueknya lalu mengecup pipi Al. "Eh iya sampai lupa... duduk dulu Pon, kok berdiri terus di situ." Lanjut Echi mempersilahkan Popon untuk duduk.

"Iya Chi, Makasih." Popon pun akhirnya duduk di samping Mamat tapi beda sofa.

"Oh iya kenalin nih Pon, kakak Echi." Ujar Echi memperkenalkan Al ke Popon.

"Popon kak,"

"Panggil Al aja." Ujar Al saling memperkenalkan diri.

"Kalian... hadehhh, kamu temennya Echi juga?" Tanya Al kembali ke Popon yang merasa heran akan tingkah kedua pria dihadapannya yang saling bertatapan penuh dengan emosi.

"Boleh di bilang gue cowoknya Echi kak," jawab Popon keceplosan membuat Mamat melototkan matanya karena merasa tidak terima dengan ucapan si Popon.

"Nah loh, ck ck ck ck... ada yang gak beres deh ama kamu Chi." Ujar Al mentowel jidat adiknya.

"Hei hei hei... Pon, kenapa lu ngaku-ngaku cowok gue?" Tanya Echi kesal terhadap Popon.

"Rasain lu kampret." Umpat Mamat tersenyum sinis.

"Jadi cowok kamu aslinya si Mamat yah?" Tanya Al.

"Eh bukan juga kak... jangan bilang dia ngaku-ngaku juga bilang cowok Echi kak?"

"Iya." Jawab Al simple.

"Asal lu Mat... mereka ini teman Echi kakak. Dan, ngapain juga kalian ngaku-ngaku jadi pacar Echi? Huh!" Ujar Echi merasa kesal.

"Hihihi... rasain juga lu kampret." Balas Popon meng-umpat si Mamat.

"Ok... ok, mending kalian pulang aja deh. Kebetulan kakak gw ada di Makassar, jadi gw pengen minta dimanja-manjain ama dia. Yah yah... sorry banget nih Mat Pon." Ujar Echi sambil menyandarkan kepalanya di bahu Al.

"Huhhhh... dasar lu kampret, gara-gara lu nih." Ujar Mamat yang tersulut emosinya karena merasa bahwa Popon telah mengganggu acara kencannya.

"Gara-gara lu tuh." Balas Popon.

"Daripada kalian berantem disini, mending kalian balik aja yah. Gak enak udah malam." Ujar Al melerai mereka berdua karena melihat kondisi keduanya sudah emosi.

Akhirnya dengan berat hati, Mamat maupun Popon pamit untuk pulang dengan perasaan emosi atas apa yang terjadi malam ini. Popon merasa si Mamat mengganggu kencannya malam ini, begitu juga si Mamat yang merasa bahwa Poponlah yang mengganggu acaranya dengan Echi.

Echi masih bermanja-manjaan ke Al, terlihat sekali bahwa gadis itu kangen berat dengan Kakaknya. Al sadar bahwa karena kesibukannya mengembangkan bisnisnya, akhirnya ia kurang dekat lagi hubungannya dengan adik bungsunya maupun ke dua orang tuanya.

"Ganti baju sana" ujar Al menyuruh Echi untuk berganti pakaian, karena saat tiba dirumah sepertinya Echi enggan menjauh dari Al.

"Ihhh bentar kak, Echi masih kangen ama Kakak." Ujar Echi malah mengeratkan pelukannya ke tubuh Al.

"Kalo kangen, bentar kan masih banyak waktu. hmmmm. Kacci mu deh (kecut banget kamu)" ujar Al dengan logat Makassarnya membuat Echi cemberut dan dengan malas beranjak masuk ke kamarnya meninggalkan Al sendiri di ruang tamu.

Al memandang langit-langit rumahnya. Ada rasa kangen berkumpul bersama keluarga,

“Hufhhhh... pengen banget lama-lama disini?” gumam Al pelan lalu ia pun kembali diam, kemudian beranjak masuk ke ruang tengah. Ruang keluarga yang lumayan luas, di desain sendiri oleh Al dengan gaya minimalis tetapi terlihat kesan mewahnya.

Kedua orang tuanya sepertinya sedang sibuk menonton acara di TV, mamahnya yang tersadar akan kehadiran Al segera beranjak dari sofa dan memeluk tubuh anak sulungnya.

"Makan dulu nak," ujar Mamanya dan Al hanya mengangguk.

Al melangkah masuk ke ruang makan lalu mendekat ke meja makan berbentuk segi empat. Al membuka penutup meja dan melihat ada beberapa lauk pauk di meja makan.

Al menarik nafas dalam dan mentapa lama empat kursi kosong di meja makan. Biar bagaimana, Al saat ini merasa hatinya sedang gusar. Menyesal? Tidak juga. Karena Al menganggap inilah takdir. Dan memang dia ditakdirkan untuk berjauhan dengan keluarganya hanya demi sebuah masa depan yang cemerlang.

Semuanya telah dibuktikan oleh Al, dengan umur yang masih muda sudah mempunyai bisnis yang bisa dikatakan menjadi salah satu Distributor Company yang berada di urutan 10 besar perusahaan sejenisnya di Indonesia.

Sepertinya Al hanya menyicipi tempe goreng yang ada di meja, kemudian ia pun kembali ke ruang tengah.

"Adekmu Citra kenapa gak ikut?" Tanya mama Al saat duduk di samping Mamanya.

"Dia sedang banyak kerjaan Ma di Jakarta." Jawab Al.

"Hehe... ya udah kamu istirahat aja gih, kelihatannya kamu capek banget hari ini." Ujar Mamahnya mengusap rambut Al.

"Bentar lagi Ma, oh iya warung di pojokan jalan masih terbuka gak yah jam segini?" Tanya Al mengingat dia ingin membeli sesuatu.

"Masih kok... mau beli apa?" Tanya Mamahnya. Ayahnya terlihat sedang sibuk membaca berita tentang politik di layar TV.

"Beli cemilan aja, lagi pengen ngerjain sesuatu sih Ma." Jawab Al.

"Suruh aja Daeng kebo."

"Gak usah Ma, biar aku sendiri aja yang beli." Jawab Al kemudian beranjak meninggalkan kedua orang tuanya untuk keluar membeli sesuatu di warung yang tak jauh dari rumahnya.

Malam ini Al hanya menghabiskan waktu berkumpul bersama keluarganya. Ada rasa rindu yang dirasakan oleh Al terhadap kedua orang tuanya. Hinggal malampun semakin larut, akhirnya Al tertidur di depan TV ruang keluarganya.



Pagi hari, Al menuju Hotel Clarion setelah mengkonfirmasi sebelumnya ke Pak Toto bahwa pagi ini dia ingin mengajak Pak Toto maupun Reza untuk meeting kecil-kecilan. Ada beberapa hal yang akan Al sampaikan ke mereka.

Saat tiba di depan Lobby, terlihat Reva yang berdiri di meja Resepsionis sedang sibuk membereskan beberapa berkas di atas meja.

"Sibuk banget kamunya yah?" Tegur Al saat berada didepan meja Resepsionis. Reva sempat terkejut akan kehadiran Al saat ini.

"Eh... eh... ngapain kamu kesini?" Tanya Reva salah tingkah, karena sedang diperhatikan oleh teman-teman sesama resepsionis termasuk Indah.

"Nyariin kamu, gak boleh?" Jawab Al dengan senyum menawannya di pagi ini mampu membuat Reva makin salah tingkah.

“Ihh kamu apaan sih?” Sungut Reva sambil memonyongkan mulutnya, namun nampak sebuah senyuman juga tergurat di bibirnya yang imut itu.

“Boleh banget tau. Huh” Gumam Reva sambil tersenyum di dalam hati melihat kedatangan Al. Namun, ada rasa kesal juga karena Al justru datang di saat gadis itu sedang sibuk.

Tiba-tiba dari belakang Al muncul sosok seorang wanita yang berjalan dari arah pintu masuk dan hendak duduk di meja resepsionis. Wanita itu ternyata tak lain tak bukan adalah Rahma, wanita yang baru saja mengalami mimpi terburuknya semalam. Langkahnya langsung terhenti untuk sesaat, saat ia melihat wajah Al yang sedang bercanda dengan Reva.

Wajah ceria Al yang sedang bercanda dengan Reva, akhirnya malah membuat wajahnya pun menjadi semakin sedih. Ingin sekali rasanya dia menangis dan menjerit keras sambil memeluk Al, berharap apa yang sudah terjadi ini hanyalah sebuah mimpi buruk belaka. Namun ia juga menyadari, bahwa apa yang dilihatnya di hadapannya ini, adalah sebuah kenyataan pahit, dan mau tidak mau, Rahma harus mengakui bahwa kisahnya bersama Al telah berakhir.

"Zy," gumam Rahma pelan saat Rahma terus menatap wajah Al yang sedang asik mengganggu Reva, yang saat ini sedang bekerja.

Rasa sakit yang begitu menusuk di dada, membuat Rahma mengurungkan niatnya untuk duduk di meja resepsionis, dan memilih untuk berjalan ke arah toilet.

"Hadehhh... Al, rese banget sih... aku lagi sibuk tau. Bentar aja ketemuannya yah." Ujar Reva saat Al malah menopang dagu di atas meja Resepsionis dan tepatnya di depan gadis itu sambil menatap Reva yang masih sibuk tapi cukup membuatnya salah tingkah.

"Woi Zy, kenapa lu gak datang ke nikahan Rahma kemaren?" Tanya Rio tiba-tiba hingga mengejutkan Rahma dan juga Al.

"Oh? Eh kamu Rio. Hehehe...gak bisa dateng, sorry. Aku lagi ada urusan di Jakarta soalnya bro." Jawab Al, sambil menoleh ke arah Rio.

DEGG!

Dan saat Al menoleh, dia terkejut melihat Rahma yang sedang terlihat kikuk, antara melihat ke arahnya atau memilih untuk kembali berjalan ke arah toilet. Namun akhirnya Rahma kemudian terlihat memaksakan diri untuk melihat ke arah Al, sambil tersenyum kaku.

"Trus lu udah kasih selamat blum ama Rahma, huh? Jahat banget lu jadi teman sih." Ujar Rio sambil melirik Rahma yang masih terdiam dengan kikuk di samping Rio.

Al menatap sesaat wajah Rahma dengan pandangan hampa, sebelum Al kembali menguasai dirinya lagi, dan berjalan ke arah Rahma sambil tersenyum lebar.

“Hahahaha. Sorry aku gak liat kamu datang Ma. Selamat yah Ma. Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah." ujar Al kemudian menjulurkan tangannya ke arah Rahma. Rahma pun tampak ragu-ragu untuk membalas uluran tangan Al, walau pada akhirnya dia pun berusaha memaksakan diri untuk menyambut uluran tangan Al itu, sambil berusaha memaksakan sebuah senyuman juga di bibirnya.

"Makasih ya Al." Jawab Rahma. Al pun tersenyum sambil menggelengkan pelan kepalanya penuh arti kepada Rahma. Mengisyaratkan agar Rahma tidak membuka identitas Al kepada siapapun. Dan Rahma yang menyadari isyarat Al tersebut hanya bisa tersenyum kecut saja.

"Hei... buruan pergi, aku lagi gak pengen diganggu." Ujar Reva tiba-tiba dari belakang, sambil mendorong punggung Al, untuk menyuruhnya pergi.

"Hehe... ya udah, ntar aku jemput yah." Ujar Al sambil berbalik ke arah Reva. Meninggalkan Rahma dalam keheningan yang menyakitkan. Seandainya saja ia bisa menjerit, pasti sudah dilakukannya saat ini.

"Kenapa sih gak nelfon aja, ngapain juga sampai datang ke sini." Ujar Reva merasa heran.

"Ada urusan dikit, kebetulan teman nginap disini." Jawab Al seadanya. Reva hanya mangguk-mangguk aja.

"Awas kalo aneh-aneh dihotel" Cetus Reva sambil memanyunkan bibirnya dengan lucu.

"Maksud kamu aneh-aneh gimana?" Tanya Al heran.

"Hmm..yah..gitu deh ah. Ya udah Lupain aja.. Udah buruan gih sana, aku mau kerja dulu." Ujar Reva yang merasa tak enak terhadap teman-temannya karena kehadiran Al yang dirasa saat ini sedang mengganggu kerjaannya.

"Hehehe. Ok deh, see u yah." Ujar Al sambil menoel dagu Reva, sebelum ia kemudian beranjak meninggalkan Reva, dan juga Rahma yang masih terus menatapi kepergian Al, dan menuju ke kantor Pak Toto yang terletak di sebelah gedung.


------​


Saat tiba di kantor Manajemen Hotel, Al bertanya ke sekertaris GM Hotel tentang keberadaan Pak Toto. Ada beberapa mata yang mengenal Al saat di acara pertunangan Rahma dan Reza merasa heran akan kedatangan Al untuk mencari Pak Toto.

Tanda tanya menghampiri benak mereka, namun sepertinya mereka gak begitu paham ada urusan apa Al menemui Pak Toto. Jelas sekali, mereka enggan bertanya. Hanya sekedar bertanya dalam hati.

Ternyata Pak Toto dan Reza sudah menunggu di ruangan Pak Toto. Reza saat ini sedang duduk bersama Pak Toto di meja kecil yang memang berada di dalam ruangan GM. Meja untuk meeting tak jauh dari meja GM yang nantinya akan ditempati oleh Reza.

"Pagi Pak,"

"Pagi Pak Al,"

Reza dan Pak Toto berdiri dan menjabat tangan Al bergantian, lalu dibalas dengan Al untuk menyuruh mereka untuk duduk kembali ke kursi masing-masing.

Saat bertemu Reza, Al tampak tidak menunjukan wajah tak suka ataupun dendam, dan malah menunjukan sikap seperti tidak pernah terjadi sesuatu antara dia dengan Reza. Reza yang saat ini mengakui kebesaran jiwa Al, dimana Al memang adalah seorang pimpinan yang mampu memisahkan masalah pribadi dengan masalah profesional, malah membuatnya tampak minder dan malu hati di hadapan Al.

"Gimana hari ini? Ada yang menarik?" Tanya Al saat duduk di kursi depan sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.

"Hari ini dihotel sedang banyak event pak." Jawab Reza membuat Al mengangguk dan tersenyum.

"Hemm... ok, kita langsung mulai aja yah? Kita santai aja, gak perlu terlalu formal. Aku hanya ingin ngobrol-ngobrol aja dengan bapak berdua." Ujar Al, tubuhnya maju ke meja dan ke dua siku tangannya diletakkan di atas meja. Wajahnya menatap ke dua bawahannya yang duduk sebelah kiri dan kanannya.

Tok... tok... tok...

Tiba-tiba suara ketukan dipintu ruangan membuat Al menghentikan obrolannya sambil mempersilahkan Pak Toto untuk menyuruh masuk seseorang yang baru saja mengetuk pintu ruangannya.

"Pagi Pak, silahkan." Ternyata sekertaris GM baru saja membawakan 3 gelas kopi untuk mereka.

"Makasih yah Ver." Ujar Pak Toto lalu sekertaris tadi mengangguk dan meninggalkan ruangan.

"Silahkan diminum Pak Al." Ujar Pak Toto.

Al menyurup kopinya lalu tersenyum mengangguk. Begitu juga Reza dan Pak Toto melakukan hal yang sama dengan Al lakukan.

"Jadi kapan nih Pak Toto, acara serah terima jabatan dan investasi perusahaan ke Pak Reza." Tanya Al saat menaruh cangkir kopinya di atas sebuah piring kecil di depannya.

"Minggu depan Pak, karena Reza masih mempelajari secara keseluruhan jod descnya yang menjadi tanggung jawab dia nantinya." Jawab Pak Toto.

"Hemmm... so, ada kendala gak Pak Reza dengan kerjaan baru bapak?" Tanya Al ke Reza.

"Sejauh ini sih gak ada Pak, secara garis besar sebetulnya hampir sama sih dengan kerjaan saya di posisi sebelumnya." Jawab Reza.

"Ok, aku gak berminat mendiskusikan mengenai detail kerjaan kalian. Karena aku anggap Pak Toto bisa menghandle semuanya." Ujar Al.

Kedua bawahan Al terlihat serius dan tak sabar mendengarkan apa yang akan Al diskusikan saat ini. Karena Pak Toto sangat mengenal Al, bahwa strategynya selalu cemerlang dalam menjalankan bisnisnya selama ini. Jelas juga bagi Reza, bahwa dalam benaknya saat ini, dipenuhi oleh rasa kagum, dan seakan tak percaya melihat bagaimana jiwa kepemimpinan pria yang duduk dihadapannya, dan pernah ia lecehkan dulu. Bahkan saat Al belum mengeluarkan suara sedikitpun, dan hanya terdiam tapi sudah menunjukkan sikap leadershipnya yang begitu kuat.

"Hemmm... aku datang kesini, sebetulnya hanya ingin mengobrol tentang KPI 3+1, pak Reza. So, apakah Pak Toto udah menjelaskan poin 3 Key Poin dan 1 poin goalsnya seperti apa kepada pak Reza?" Tanya Al dengan mimik wajah yang serius.

"Sudah Pak, dan sepertinya Reza juga sudah sangat paham dengan KPInya tahun ini." Jawab Pak Toto.

"Ok, gimana Pak Reza? Ada kendala dengan KPI bapak?"

"Gak ada sih Pak, tapi kalo gak keberatan sih. Ada baiknya mungkin saya juga mendapatkan penjelasan dari bapak cara untuk mencapai goalsnya." Ujar Reza dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Al.

"Baiklah kalau begitu. Memang Itulah tujuannya aku ada disini." Jawab Al.

"So... bisa tolong di sebutkan apa aja 3 + 1 Pak Reza?" Tanya Al kembali.

"Pertama, bussines growth 25%. Kedua, increase number of customers. Ketiga, Aktivasi New project 2016. Dan Goalsnya, Developed capability = leadership dan manajemen Skill." Jawab Reza menjelaskan poin-poin KPInya.

"Oke, jelas poin pertama tolak ukurnya itu adalah bisnis kita tumbuh sebesar 25% secara full year 2016 dibanding dari tahun 2015... betul tidak?" Ujar Al dan di iyakan oleh Reza dan Pak Toto.

"Nah, untuk menuju growth apa yang akan kamu lakukan? Itulah poin ke dua dan poin ke tiga. Timbul pertanyaan, apakah cukup dikatakan kamu berhasil menjadi seorang pemimpin apabila mencapai ke tiga poin tersebut?." Tanya Al ke mereka.

"Belum tentu pak."

"Yap, jadi kamu juga harus upgrade capability kamu sebagai seorang pemimpin." Ujar Al.

"Caranya bagaimana? Silahkan request ke Ibu Citra untuk di ikutkan dalam sesi trainning tersebut... apakah nanti kamu akan mengikuti trainning learning centre atau ikut trainning yang akan di adakan oleh Dale Carnegie."

"Baik Pak," jawab Reza.

"Hemm... aku mau nanya ke Pak Reza, sebutkan 3 poin... apa yang menjadikan pihak manajemen selama ini menjadikan bisnis hotel ini adalah bagian dari plan fokus tahun 2016? Padahal banyak Hotel yang sudah gulung tikar." Tanya Al mulai mencoba menguji pola berfikir si Reza.

"Menurut aku, karena bisnis ini sangat menjanjikan... kedua, pertumbuhan ekonomi semakin pesat hingga banyak masyarakat ingin menghabiskan waktu weekend mereka di hotel berbintang. Ketiga, mungkin karena banyaknya tempat hiburan yang disediakan dihotel kita. Makanya, kita bisa mendapatkan value juga dari side bisnis tersebut." Jawab Reza membuat Al tersenyum.

"Hemm... ada benarnya, namun mungkin aku hanya perjelas dikit." Ujar Al. "Pertama, karena Place... Sudah tentu kenapa kita fokus ke bisnis Hotel ini, karena arahnya sudah sangat jelas dan akan menjadi sebuah bisnis yang menjanjikan karena letak Hotel kita saat ini berada di daerah-daerah pusat bisnis. Dan manajemen sudah mampu memprediksikan bahwa Hotel kita akan bertahan karena memang hanya di daerah pusat bisnis dan perkantoran sajalah sebuah hotel bisa menjalankan aktifitasnya dengan normal. Tentu saja ada pengecualian lain selain area bisnis, tentu saja saat ini Makassar adalah pusat perdagangan dan pariwisata wilayah Indonesia Timur. Makassar saat ini menjadi salah satu daerah yang memiliki pusat-pusat pariwisata yang ramai oleh pengunjung. Biasanya para masyarakat yang mempunyai duit lebih, akan meluangkan waktu pada saat weekend untuk berlibur di tempat-tempat pariwisata dan disinilah kesempatan kita untuk menyediakan fasilitas dan prasarana dimana mereka bisa menginap. Karena biasanya seseorang yang ingin merasakan weekend dengan tenang akan meluangkan waktunya paling sedikit satu malam di tempat pariwisata tersebut." Lanjut Al menjelaskan poin pertama.

"Kedua... Price, harga kita yang sangat kompetitif... mudah dijangkau oleh masyarakat yang tingkat ekonominya berada di level medium Up." Al melanjutkan penjelasannya tentang poin ke dua. "Ketiga... Kompetisi, makin hari makin banyak kompetitor yang bermunculan di segmen perhotelan. Pertanda, memacu kita sebagai pelakon didalamnya untuk makin bergairah dalam menjalani kompetisi tersebut. Intinya gini, jumlah populasi di Makassar saat ini berjumlah -+ 2juta penduduk... nah sales kita saat ini masih di angka 5M perbulannya. So, kalo kita hitung dengan jumlah penduduk saat ini, dengan harga kita paling terendah di angka 500 ribu. Berarti konsumen kita yang datang selama ini hanyalah berkisar di angka 10ribuan orang... dan jelas konsumen kita bisa dikatakan 70% berasal dari luar kota Makassar. Gak nyampe 1% donk konsumen kita dari kota Makassar, bahkan 0,00 sekian persen... nah, kita sekarang memperebutkan kompetisi ini di sisa persentasi jumlah penduduk yang belum pernah berkunjung sama sekali dihotel kita. Paham kan?" Lanjut Al.

"Paham Pak," jawab Reza.

"Setuju dengan pemikiran Pak Al saat ini." Ujar Pak Toto menimpali.

"Kembali ke diskusi awal kita mengenai KPI pak Reza." Ujar Al. "Poin ke dua mengenai increase number of customer... inilah tugas Pak Reza menambah jumlah pengunjung kita di segmen middle. Gak butuh muluk-muluk... manajemen meminta pertumbuhan di angka 10% saja. Gak sulit kan?" Lanjut Al.

"Siap Pak, banyak hal yang sudah aku plankan untuk quartal awal ini." Jawab Reza.

"Poin ke tiga dari KPI Pak Reza, aktivasi new event... silahkan lakukan apa saja yang bisa meningkatkan jumlah pengunjung kita. Selama event yang kalian ajukan itu tepat sasaran, kami pihak manajemen akan dengan senang hati menyetujui setiap pengajuan event yang akan Pak Reza ajukan ke kami."

"Baik Pak, semoga tahun ini Hotel kita menjadi nomor satu di Makassar." Ujar Pak Toto dan Reza meng-aminkan.

"Jadi KPI pak Reza itu saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, gak melebar dan gak acak-acakan... plus poin ke empatnya itu untuk diri pribadi Pak Reza." Ujar Al.

"Makasih Pak." Ujar Reza.

Akhirnya mereka kembali mengobrol hal-hal tentang perkembangan bisnis lainnya dibidang distribusi maupun produsen produk home care. Banyak hal yang Reza bisa tangkap dari diskusi mereka kali ini.

Terlihat Reza sangat antusias mendengarkan penjelasan-penjelasan baik dari Al maupun dari Pak Toto. Diskusi tidak berpusat oleh Al sebagai pimpinan, tapi di diskusi kali ini mereka saling mengemukakan pendapat dan pertanyaan seputaran dunia bisnis yang mereka jalankan.

Reza berulang kali mengucap syukur atas apa yang dia temukan saat ini. Ilmu, pengetahuan, jabatan, dan tentu saja seorang pimpinan atas yang sangat humble dan cerdas tentunya. Apalagi setelah kejadian yang menurutnya sangat tragis semalam, justru hari ini tidak terlihat sama sekali di wajah Al suatu kekecewaan atau amarah terhadap Reza. Tak sedikitpun Al menyinggung masalah semalam. Sangat profesional banget gumam Reza tak henti-hentinya.

Dan mulai saat ini, dia berjanji dalam hati untuk berusaha semaksimal mungkin mengembangkan bisnis ini selama dia menjadi pimpinan di Hotel milik 3MP. Reza tak ingin mengecewakan Al untuk kedua kalinya, justru akan membuktikan bahwa Al tidak salah memilih menjadikan Reza sebagai GM di Hotelnya.

Waktu makan siang pun telah tiba, Al mengajak Pak Toto dan Reza untuk keluar bareng makan siang di salah satu Mall yang terletak di daerah Tanjung Bunga.


Berbeda tempat, sore ini terlihat Nos sedang janjian dengan seseorang disalah satu cafe yang terletak di daerah Jakarta Selatan.

Sepertinya Nostra telah tiba duluan di Cafe, sambil menunggu seseorang yang akan bertemu dengannya. Mr. Nos memesan Coffee Latte sambil memainkan iPadnya untuk mengisi kekosongan.

Dari arah pintu masuk, terlihat sosok pria yang telah di tunggu oleh Nos sedang melihat-lihat sekitar.

"Hei... Chi," ujar Nos memanggil pria itu yang bernama Niju Ichi, pria berdarah jepang keturunan. Ichi pun melangkah ke meja paling sudut tempat Nos saat ini.

"Sorry bos, agak macet dari kantor kesini." Ujar Ichi menjabat tangan Nostra.

"No problem lah, gw juga baru nyampe kok... oh iya, lu dah izin ama bos lu kan?" Tanya Nostra.

"Sudah bos, kata si Bos L sih kalo Bos Nostra yang minta dia mah ikut aja... takut si Bos Nos ngetusbol dia katanya." Ujar Ichi. Yah, Ichi saat ini sedang bekerja di 3MP sebagai FAM (Finance Accounting Manager) di bawah Mr.L. dan saat ini, dia sedang menjalani side jobnya sebagai agen pengintai. Dulunya sih Ichi bekerja di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) untuk membantu para terdakwa dipengadilan yang tidak mempunyai biaya untuk menyewa seorang pengacara. Namun, setelah ada tawaran dari 3MP. Akhirnya Ichi melepas kerjaannya di LBH lalu fokus bekerja di perusahaan milik Al.

Suasana Cafe sore ini terlihat tidak begitu ramai, mungkin sekitar 4 meja dari total meja sekitar 20. Tak lama salah satu waitress mengantarkan pesanan Nostra dan juga mencatat pesanan Ichi yang baru saja tiba.

"Ok, apa yang sudah lu temuin Chi?" Tanya Nostra mulai membuka obrolan tentang tujuan mereka bertemu saat ini.

"Positif bos... sesuai kecurigaan si Bosnya selama ini." Jawab Ichi sambil membuka tas ranselnya.

Ichi mengeluarkan sebuah map coklat dari dalam tasnya lalu menyerahkan ke Nostra.

"Makasih yah Mba," ujar Ichi memotong saat waitress tadi membawakan minuman pesanannya.

"Jadi itu foto-foto yang gw ambil selama beberapa hari ini mengintai dia... foto-foto kemesraan mereka di mall, tempat-tempat hiburan bahkan di kosan mereka." Ujar Ichi menjelaskan foto-foto yang baru saja dikeluarkan oleh Nostra dari amplop coklat tadi.

"Hemm... asyem juga dia yah Chi. Kayaknya gw emang selama ini salah menilai dia." Ujar Nos sambil manggut-manggut. Tak terlihat diwajah Nostra sebuah emosi karena mengetahui bahwa tunangannya telah selingkuh dibelakangnya. Ichi yang melihat raut wajah Nostra malah bingung.

"Kok bos nyante-nyante aja sih? Gak gimana gitu...?" Tanya Ichi heran.

"Hahahaha... trus gw harus ngapain? Emosi trus damprat mereka? Atau gw harus nangis-nangis bombay karena tau dia selingkuh?" Tanya Nos.

"Yeh kali aje bos." Celetuk Ichi. Mereka berdua memang sejak dulu akrab sebagai sahabat. Makanya candaan mereka tidak terlihat antara pimpinan dan bawahan.

"Gak banget gw Chi... dikamus Nostra gak ada yang namanya sakit hati atau emosi gegara masalah perempuan... jijik gw yang ada malahan ma dia." Jawab Nostra.

"Hahahaha... gw suka gaya si bos kalo kek gini."

"Minum dulu Chi, nih rokok." Ujar Nos sambil menawarkan rokok downhill ke Ichi.

Mereka berdua menikmati rokok Downhill sambil berbincang-bincang seputaran dunia perlendiran. Sepertinya Nostra sedang berfikir apa yang akan dia lakukan kedepannya.

"Gila tuh cewek... bisa-bisanya dia selingkuh... belum tau ape Nostra junior kek gimana. Gw penasaran ama cowoknya. Apa sih yang udah dia kasih ke Hellen." Ujar Nostra seperti sedang memikirkan sesuatu.

Sepertinya Ichi enggan berkomentar, dia hanya mengangkat ke dua bahunya mengisyaratkan bahwa dia pun tak mengerti asal usul kenapa Hellen bisa selingkuh.

"Oh iya, lu masih mau nongkrong disini atau udah mau cabut? Masalahnya gw bosen disini... gak ada yang menarik sih." Ujar Nos setelah beberapa saat mereka mengobrol santai.

"Hehe... gw sedang nunggu teman sih bos. Tadi sih janjian disini." Jawab Ichi membuat Nos mengernyitkan alisnya.

"Ohh... pasti cewek?" Tanya Nos.

"Iye bos... hehehe."

"Sendiri atau ada temennya nih? Kali aje gw bisa nemenin temannya kan." Ujar Nos cengengesan.

"Ah si Bos bisa aja... gak tau sih bos. Tapi teman gw sih datangnya ber-empat." Jawab Ichi. Sedikit ada rasa was-was akan tingkah Nos di depannya.

"Pas tuh... ya udah, gw nemenin lu aja nungguin teman lu Chi." Ujar Nos membuat Ichi sedikit lemas. Tadinya sih dia berharap Nos akan meninggalkannya di cafe. Tapi, justru Nos menemaninya menunggu.

"Hehehe..." Ichi hanya tertawa kecut.

Beberapa saat kemudian, dari depan pintu terlihat dua sosok cewek cantik berkerudung dengan penampilan modis anak perkantoran. Satunya memakai hijab berwana krem dengan busana blazer seragam 3MP dan di wajahnya bertengger sebuah kaca mata di hidung mancungnya membuat wajahnya makin cantik dan imut. Satunya lagi sama dengan penampilan cewek yang berkacamata tadi. Tapi, dia memakai hijab berwarna putih kecoklatan. Ada motof kembang, dengan perawakan yang hampir sama dengan teman yang satunya. Keduanya mempunyai kulit putih dan bersih sedang melangkah mendekati mejah Nos dan Ichi.

"Sorry lama yank," ujar wanita berkacamata tadi sambil mencium pipi kanan Ichi.

"Maaf sayang, Oli sih nyetirnya lama banget." Ujar wanita satunya lagi mencium pipi kiri Ichi.

"Bentar... bentar... kalian kan anak-anak finance?" Tanya Nostra yang melihat tingkah ketiganya. Dan jelas mengenal kedua wanita cantik itu.

"Hehehe... iya Pak Nostra." Jawab wanita yang bernama Olivia dengan wajah cantik berkaca mata itu.

"Lu Oli kan? Dan lu siapa? Lupa gw..."

"Rani Pak. Hehehe..." ujar wanita satunya lagi yang bernama Rani.

"Duduk sayang..." ujar Ichi menyuruh duduk kedua wanita itu.

Nostra terlihat heran atas apa yang ia lihat di hadapannya. Ichi sedang merangkul kedua wanita itu yang duduk di sebelah kiri dan kanan si Ichi.

"Njirrr... lu berdua?" Tanya Nostra menggantung.

"Hehe... yoi bos, mereka berdua calon bini gw." Jawab Ichi yang sudah mengetahui apa yang ditanyakan oleh Nos.

Nostra tak habis pikir dengan apa yang ia lihat saat ini, terlihat ia sedang memikirkan sesuatu. Wajahnya tersirat sebuah senyuman yang mengartikan sesuatu.

"Njirr lu Chi, yg dua nya mana?" Tanya Nostra karena sepengetahuan dia, teman Ichi akan datang ber-empat.

"Tuh dia Pak," jawab Rani saat melihat dua wanita tak kalah cantiknya dengan mereka.

Dua wanita itu baru saja memasuki cafe tempat mereka nongkrong. Wanita dengan penampilan modis dan agak sensual menampakkan sedikit gundukan payudaranya dari balik blousenya saat ini. Berbalutkan blazer berwarna coklat membuat Nostra melototkan kedua matanya karena sangat mengenal sosok wanita itu. Satunya lagi seorang wanita agak dewasa tapi gak kalah cantik juga berjalan mendekat ke meja mereka. Penampilannya hampir sama dengan temannya yang tadi.

Keduanya tersenyum ke arah Nos lalu menyapa Ichi yang sedang duduk di sofa dan di himpit oleh dua gadis cantik berkerudung.

"Hai sayang... sorry lama nunggu yah." Ujar wanita yang pertama dengan berpenampilan seksual itu.

"Cherllyn, lu juga?" Tanya Nos heran. Yah, dia sangat mengenal sosok wanita itu yang tak lain saat ini ia bekerja di 3MP satu divisi dengan Nos. Yaitu divisi Marketing.

"Hehehe... iya pak, calon istrinya Ichi." Jawab Cherllyn membuat Nos geram.

"Njirrr banget lu Chi... trus lu gw kenal... lu kan Liana HR manager kan?" Tanya Nostra lagi kepada wanita satunya.

"Hehehehe... iya Pak." Jawab wanita itu yang bernama Liana.

"Jangan bilang lu juga calon bininya si Ichi." Tanya Nostra.

"Iya pak. Hehehe... emang gak boleh?" Tanya Liana sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Mr.Nos.

"Wasyemm lu Chi... 4 bidadari kek gini bisa aje lu embat semua. Mana sekantor semua lagi." Ujar Nos tak henti-hentinya merasa heran terhadap Ichi.

"Hehehe... bisa aja si Bos. Ayo sayang duduk." Ajak Ichi menyuruh duduk si Cherllyn dan Liana.

"Lu tau yeh... gw capek-capek nyari cewek di luar bareng si L... eh lu malah dapetin nih bidadari-bidadari cantik penghuni kantor... bener-bener lu." Nos terlihat tak habis pikir dengan kelakuan Ichi. Bisa-bisanya dia ngedapatin ke-empatnya tanpa ada masalah sedikitpun. "Mana lu ber-empat akur gini... njirrrrr" lanjut Nos sudah terlihat wajah mupengnya yang menginginkan seperti yang dilakukan Ichi saat ini.

"Chi... bagi-bagi nape." Ujar Nos yang sudah tak tahan ingin mengeluarkan unek-uneknya.

"Emang coklat bos dibagi-bagi... hahahahaha." Ledek Ichi.

"Iya nih si bos... masa tega ama anak buahnya yang paling cantik ini." Ujar Cherllyn menimpali.

"Hadehhhh... jangan terlalu rakus gini Chi... sedekah lah dikit ama gw cuk." Ujar Nostra masih mencoba keberuntungannya.

"Bruakakakakak... kagak lah bos. Ini calon bini gw semua euy." Jawab Ichi membuat Nostra menahan konaknya saat ini.

Terlihat Cherllyn sedang mengirim sebuah BBM ke Liana. Dan sebuah senyum simpul terlihat di wajah keduanya. Ada sesuatu yg mereka rencanakan saat ini.

"Btw malam ini kalian ada acara gak?" Tanya Nostra mulai mencoba kembali sesuatu yang dia pikirkan.

"Gak ada pak." Jawab Cherllyn.

"Kenapa emang bos?" Tanya Ichi merasa sedikit heran.

"Hemmm... party yuk... kemana gitu." Ujar Nostra.

"Boleh boleh pak." Jawab Liana sambil menoleh ke arah Cherllyn.

Kedua wanita tak berkerudung itu menatap Nos dengan tersenyum dikulum. Nos pun begitu, ia tak hentinya menatap kedua wanita itu dengan senyum genit dan mupengnya. Berharap sebentar lagi dia akan merasakan sesuatu terhadap kedua wanita itu.

"So?" Tanya Nos.

"Gw ikut aja apa kata bos Nostra." Jawab Ichi tapi sudah mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Cherllyn dan Liana.

"Wanjirrrr... ayo ayo ayo... bosen gw disini." Ujar Nos tak sabaran.

Akhirnya setelah menyelesaikan bill pesanan mereka dikasir. Mereka berlima meninggalkan cafe menuju ke suatu tempat.

Di benak Nos saat ini, mungkin akan mendapatkan sesuatu. Tapi, bukan Cherllyn namanya kalo gak bisa ngerjain si Bosnya.

Bersambung...

By TJ44

2 comments: