My Blog List

Monday, December 26, 2016

Me & U - PRIVATE SECRET 27



NEW HOPE


"Jika kalian menanyakan apa yang aku rasakan setelah malam ini? Aku tentu saja akan menjawab, Lega dan pastinya ada kepuasan tersendiri setelah mengungkap identitasku yang sebenarnya. Dan biarkan peristiwa tadi menjadi pelajaran berharga buat Pak Reza maupun Pak Umar untuk tidak menilai seseorang dari penampilan luarnya. Untuk Rahma, sorry. Memang dirimu sepertinya tidak diciptakan untukku" Sebuah senyum kepuasan tampak tersirat diwajah Al, pada malam ini saat ia meninggalkan Runtono Resto menuju rumah kediaman orang tuanya.

Suasana kota Makassar di sepanjang jalan Jend. Sudirman yang tersambung dengan Jalan Sam Ratulangi, malam ini terlihat tidak begitu ramai. Al mengendarai SUV kesayangannya dengan laju kecepatan yang sedang-sedang saja. Mungkin ada baiknya malam ini dia berkumpul dengan keluarganya, menenangkan hatinya dan juga memang sudah lama dia tidak bercengkrama dengan kedua orang tuanya.

Dan ia pun kemudian langsung mengarahkan SUV-nya untuk menuju ke rumah orang tuanya.

Al membunyikan klakson mobilnya saat tiba di depan pagar rumahnya, lalu tak lama Daeng Kebo, seorang asisten rumah tangga orang tuanya membukakan pagar rumahnya. Sekilas terlihat Al mengernyitkan keningnya saat melihat sebuah mobil sedan Honda City terparkir di depan rumahnya. Ternyata saat ini kediaman orang tuanya sedang kedatangan tamu.

"Assalamualaikum wr wb..." Al mengucapkan salam saat masuk kedalam rumah.

"Wa'alaikumsalam wr wb..." jawab Ayahnya yang saat ini duduk menemani seorang pria di ruang tamu yang asing bagi Al.

"Ada tamu yah," ujar Al dan menyalim tangan Ayahnya.

"Iya, nih kenalin anak Om yang paling tua. Kakaknya Echi" ujar Ayah Al sembari memperkenalkan pria yang duduk di depannya.

"Mamat Rajotahu, kak. Atau panggil mamat aja." ujar pria itu yang bernama Mamat. Perawakan sedikit tambun, dengan kumis tipis malam ini memakai kemeja biru kotak-kotak. Dan jeans hitam menunjukkan bahwa pria itu bukan dari kalangan orang biasa. Setidaknya, Mamat juga berasal dari keluarga yang berkecukupan.

"Hai, panggil Al aja yah." Balas Al.

"Iya Kak," ujar Mamat.

"Boleh nanya? Kok nama kamu ada tahunya segala?" Tanya Al yang sedikit merasa heran dengan nama akhir si Mamat.

Sedikit merasa kikuk, Mamat tersenyum kecut mendengar pertanyaan Al barusan.

"Hehe... gak tau tuh orang tua saya yang ngasih nama kak." Jawab Mamat.

"Hehe... ohhhh, kirain kamu demennya makan Tahu... atau punya usaha Tahu gitu" ujar Al mencoba mengakrabkan diri dengan si Mamat.

"Bisa aja Kak Al... hehehe, tapi memang sih Kak. Kebetulan orang tua dibidang usaha Tahu industry"

"Ohhh kan bener tebakanku..." ujar Al.

"Ya udah, kalo gitu Om tinggal bentar yah. Biar Al aja yang nemeni nak Mamat" ujar Ayahnya Al sambil beranjak menuju ruang tengah.

"Makasih Om"

"Btw kamu temen kuliahnya Echi yah?" Tanya Al saat mereka berdua di ruang tengah.

"Iya Kak," jawab Mamat tersenyum.

"Oh iya Echinya kemana yah? Apa udah nelfon tadi ke Echi?" Tanya Al karena tak melihat jejak adik bungsunya dalam rumah.

"Kata si Om, Echi lagi keluar dengan temannya kak... tapi, Om tadi udah nelfon dan kata Echi dia udah otw ke rumah" jawab Mamat.

"Syukurlah kalo gitu... tapi aku heran loh, kamu temen atau temen specialnya si echi?" Tanya Al mengkerutkan keningnya membuat Mamat merasa kikuk berhadapan dengan si Al. "Kalo teman specialnya, masa iya gak info dulu ke Echi kalo mau kerumah."

"Hehehe... kebetulan saya pacarnya Echi Kak." Jawab Mamat penuh percaya diri.

"Ohhhh gitu toh... saran dari aku sih, kalian masih kurang komunikasi. Jadi, kalo mau langgeng hubungan kalian... perbaikin dari hal-hal terkecil, misal kek gini. Masa iya kamu datang bertamu tapi Echinya malah keluar" ujar Al dan Mamat hanya manggut-manggut. "Ngerti kan Maksudku?"

"Iya kak, Ngerti."

"Eh iya minum dulu kopinya Mat." Ujar Al menyuruh Mamat minum kopi yang sudah di sediakan untuk Mamat.

"Iya makasih Kak."

"Santai aja Mat, anggap rumah sendiri" ujar Al tersenyum.

"Hemmm... dengar-dengar perusahaan yang kakak kelola saat ini di bidang retail yah?" Tanya Mamat mengajak ngobrol Al kembali mengenai kerjaan Al saat ini.

"Iya, bergerak di bidang Distributor Fast Moving Consumers Goods [FMCG]" jawab Al.

"Trus kata Echi, kak Al juga sedang membangun pabrik yah?"

"Yah, alhamdulillah... masih dalam masa pembangunan sih Mat."

"Kalo boleh tau, nama pabriknya apaan kak?" Sepertinya Mamat saat ini sangat antusias membahas masalah bisnis dengan Al.

"Nama pabriknya Inti Sari Pratama, produknya Sabun Cuci Piring dan Hand Soap Mat." Jawab Al membuat Mamat mangguk-mangguk.

"Oh iya Kak, saya pengen nanya lagi nih kak. Boleh?" Ujar Mamat yang sepertinya ada rasa penasaran di dirinya saat ini.

"Silahkan Mat, semoga aku bisa jawab." Ujar Al yang sudah menyerup kopinya yang baru saja di bawakan oleh PRT dirumahnya.

"Untuk menarik konsumen dan menambah pengambilannya dari rata-rata sebelumnya, caranya gimana yah Kak?" Ujar Mamat. "Saya sih sebelumnya sempat punya ide, ngasih sesuatu seperti hadiah gitu buat para pedagang" lanjutnya.

"Yap, Jadi kamu target aja si-grosirnya atau pelanggan kamu selama ini yang rata-rata pengambilan besar." Jawab Al. "Berikan hadiah ke mereka, sesuai yang mereka butuhkan."

"Jadi gini Kak, aku saat ini sedang berfikir untuk membuka suatu usaha yang bisa meng-cover dari hulu ke hilir Kak" Ujar Mamat, Al sepertinya paham apa yang di maksud Mamat. Namun, kali ini Al membiarkan Mamat menjelaskan dulu apa yang ia pikirkan. Dan Al hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Mamat. "Apakah ada masukan dari Kak Al yang saya maksud? Tapi ini dimulai dari usaha yg skala kecil?" Lanjut si Mamat melemparkan pertanyaan ke Al.

"Ok yang aku mau tanyakan ke kamu sebelum panjang lebar, saat ini apakah kamu mau ngembangin usaha orang tua kamu? Atau malah berbeda?" Tanya Al.

"Iya Kak, jadi saya tuh pengen ngembangin usaha ayah saya."

"Jadi gini, kalo kamu mau ngembangin usaha industry tahu orang tua kamu. Ada baiknya kamu fokus di distribusinya. Jadi sudah bisa dikatakan selangkah lebih maju. Cukup pabrik di kelola oleh orang tuamu, dan kamu buat satu usaha yang menghandle pendistribusiannya di market.?" Ujar Al.

"Oke, tapi saya pengennya punya usaha yang mendistribusikan produk dan juga mempunyai toko grosir misalnya yang khusus menjual tahu gorengan atau apalah. Ini misal aja yah Kak."

"Hemm... satu-satu dulu kita bahas yah. Yang pertama mengenai plan untuk usaha distribusi produk ke market... cukup simple, kamu cukup membantu usaha orang tua kamu dengan tujuan agar masing-masing fokus di bidangnya... orang tua kamu cukup memproduksi saja sesuai request dari kamu Mat. Kamu yang mendelivery ke semua pelanggan." Jelas Al.

"Paham Kak, nah sekarang... pastinya kan di awal saya pengen membangun trust-nya para pelanggan yang selama ini sudah menjadi langganan tetap orang tua saya. Bahkan boleh dikatakan merekalah sebetulnya yang selama ini banyak membantu untuk pengembangan usaha orang tua saya kak." Ujar Mamat yang terlihat serius dan antusias dalam berdiskusi dengan Al. "Namun, mereka selama ini kan sudah dimanjakan dengan special harga dari ayah saya. Kalo saya cover langsung, apakah hitungannya gak rugi kak? Karena, jelas marginnya akan tipis atau boleh dikatakan saya gak akan mendapatkan margin." Lanjut Mamat.

"Boleh tau, biasanya yang ngambil banyak itu outlet-outlet apa aja?"

"Tukang gorengan biasanya yg ambil banyak, kak" jawab Mamat.

"Yang simple aja yah, Berapa modal? berapa harga jual?"

"Jual normal ke konsumen biasa 1000, sedangkan jual ke pedagang 800... Modalnya sih 600 - 700 perak kak" jawab Mamat membuat Al sedikit paham arah pertanyaan Mamat. "Nah, selisih 100 perak kan jelas menjadi margin ayah saya. Berarti saya kerjanya hanya sia-sia aja."

"Hemm... gini, mungkin saran aku sih. Mulai saat ini kamu sosialisasikan mengenai kenaikan harga. Harga bahan baku misalnya kedelai sedang naik. Atau apalah, sehingga mereka sudah bisa melakukan estimasi untuk menaikkan harga usaha mereka." Jelas Al. "Atau bahkan mereka akan mengurangi ukuran produknya."

"Ok trus Kak?"

"Nah, kamu datang sebagai pihak yang akan menjadi agen distributor tunggal produk ayah kamu. Namun, kamu harus datang dengan sesuatu yang spesial tentunya." Jawab Al.

"Yang ada dipikiran saya sekarang sih Kak, seperti yang tadi saya bilang dimana awalnya saya akan memberikan hadiah ke mereka. Ada ide gak Kak?"

"Kalo saran aku sih, Mending kamu kontrak volume aja... kontraknya buat pedagang gorengan... Coba boost up utk growing bisnis di 5 pareto customers kamu." Ujar Al. "Cari apa yg mereka butuhkan, Contoh... supprot wajan atau kompor dengan cara kontrak volume."

"5 pareto customers maksudnya?" Tanya Rahmat yang sepertinya gagal paham istilah-istilah yang di ucapkan oleh Al.

"5 pengambilan paling besar... atau Konsumen yang paling banyak membeli produk kamu."

"Terus Kak?"

"Apa yg mereka butuhin?" Tanya Al.

"Pedagang gorengan tentu wajan, sendok dan saringan untuk goreng, minyak goreng, tepung, garam, gas."

"Kenapa gak support mereka dgn alat-alat tersebut? Tapi, dengan costing sheet yg akurat tentunya." Penjelasan Al sepertinya membuat Mamat makin semangat dalam menggali ilmu bisnis yang dimiliki oleh Al saat ini. Ada decak kagum terhadap Al. Dalam hati Mamat saat ini, ia bersyukur bertemu dengan Al. "Berikan sebuah kontrak MOU (Memorendum Of Understanding) utk di tanda tangani oleh kedua pihak... Tentukan kurun waktunya... Berapa lama dan berapa banyak." Lanjut Al.

"Trus gimana caranya saya bisa dapat selisih marginnya kak? modalnya kan sudah 700 terus jual ke mereka 800." Tanya Mamat kembali. "Berarti disini kan, margin bakalan bagi dua dengan ayah saya?"

"Kamu paham gak penjelasanku tadi? Mark Up harga Mat. Tapi, sebelum kamu mark Up ada baiknya sosialisasikan dari jauh hari dulu. Biar mereka gak kalang kabut dan memilih lari ke kompetitor kamu."

"Iya paham kak, jadi mungkin saya mark up dari 800 menjadi 900 gitu yah Kak?" Tanya Mamat.

"Yap... jadi kamu 100, ayah kamu juga marginnya tetap 100."

"Nah, sekarang yang buatku bingung. Apakah bisa, merubah kebiasaan mereka yang selama ini langsung berbelanja di pabrik tiba-tiba kita datang memperkenalkan diri sebagai agen tunggal dan harus mengambil produk dikami?"

"Tentu saja, awalnya mereka merasa aneh. Dan, bisa dikatakan itulah tantangan terberat kamu merubah kebiasaan mereka." Jawab Al.

"Ok, saya sudah nangkap keseluruhan maksud Kak Al. Semoga saja dalam waktu dekat saya bisa realisasikan plan saya yang tadi." Ujar Mamat ngangguk-ngangguk sambil tersenyum puas. "Luar biasa memang ilmu kakak, makasih banyak yah Kak atas sharingnya... jadi paham deh sekarang."

"Sama-sama Mat, aku hanya sharing aja apa yang aku tau."

Beberapa menit kemudian saat Al dan Mamat sedang asyik mengobrol santai di ruang tamu, sebuah Motor kawasaki 600 CC tiba didepan rumah Al.

Seorang gadis dengan penampilan casual malam ini baru saja turun dari atas motor. Seorang Pria dengan perawakan yang sama dengan si Mamat, tetapi kulitnya agak sedikit gelap dan pria itu membuka helmnya lalu tersenyum ke gadis itu.

"Masuk yuk." Echi, gadis yang baru saja turun dari motor mengajak temannya yang memboncengnya untuk masuk kedalam rumah.

"Gak papa nih Chi?" Tanya Pria itu yang bernama Popon P. Manuhutu. Seorang pria berdarah J*wa-Amb*n dengan tinggi badan yang hampir sama dengan Al.

"Gak apa-apa kali, yuk ah." Ajak Echi dan akhirnya Popon pun membuka jaketnya dan meletakkan helmnya di atas motornya.

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."

Keduanya masuk kedalam rumah, terlihat wajah tak senang dari Popon maupun Mamat saat mata mereka bertemu. Keduanya saling memasang wajah tak suka karena mengetahui bahwa kondisinya saat ini, kenapa harus bertemu di rumah Echi.

"Chi, dari mana aja? Tuh cowok kamu udah lama nunggu." Tanya Al saat Echi duduk di sampingnya.

"Dari jalan-jalan... hehehe," jawab Echi dengan gaya cueknya lalu mengecup pipi Al. "Eh iya sampai lupa... duduk dulu Pon, kok berdiri terus di situ." Lanjut Echi mempersilahkan Popon untuk duduk.

"Iya Chi, Makasih." Popon pun akhirnya duduk di samping Mamat tapi beda sofa.

"Oh iya kenalin nih Pon, kakak Echi." Ujar Echi memperkenalkan Al ke Popon.

"Popon kak,"

"Panggil Al aja." Ujar Al saling memperkenalkan diri.

"Kalian... hadehhh, kamu temennya Echi juga?" Tanya Al kembali ke Popon yang merasa heran akan tingkah kedua pria dihadapannya yang saling bertatapan penuh dengan emosi.

"Boleh di bilang gue cowoknya Echi kak," jawab Popon keceplosan membuat Mamat melototkan matanya karena merasa tidak terima dengan ucapan si Popon.

"Nah loh, ck ck ck ck... ada yang gak beres deh ama kamu Chi." Ujar Al mentowel jidat adiknya.

"Hei hei hei... Pon, kenapa lu ngaku-ngaku cowok gue?" Tanya Echi kesal terhadap Popon.

"Rasain lu kampret." Umpat Mamat tersenyum sinis.

"Jadi cowok kamu aslinya si Mamat yah?" Tanya Al.

"Eh bukan juga kak... jangan bilang dia ngaku-ngaku juga bilang cowok Echi kak?"

"Iya." Jawab Al simple.

"Asal lu Mat... mereka ini teman Echi kakak. Dan, ngapain juga kalian ngaku-ngaku jadi pacar Echi? Huh!" Ujar Echi merasa kesal.

"Hihihi... rasain juga lu kampret." Balas Popon meng-umpat si Mamat.

"Ok... ok, mending kalian pulang aja deh. Kebetulan kakak gw ada di Makassar, jadi gw pengen minta dimanja-manjain ama dia. Yah yah... sorry banget nih Mat Pon." Ujar Echi sambil menyandarkan kepalanya di bahu Al.

"Huhhhh... dasar lu kampret, gara-gara lu nih." Ujar Mamat yang tersulut emosinya karena merasa bahwa Popon telah mengganggu acara kencannya.

"Gara-gara lu tuh." Balas Popon.

"Daripada kalian berantem disini, mending kalian balik aja yah. Gak enak udah malam." Ujar Al melerai mereka berdua karena melihat kondisi keduanya sudah emosi.

Akhirnya dengan berat hati, Mamat maupun Popon pamit untuk pulang dengan perasaan emosi atas apa yang terjadi malam ini. Popon merasa si Mamat mengganggu kencannya malam ini, begitu juga si Mamat yang merasa bahwa Poponlah yang mengganggu acaranya dengan Echi.

Echi masih bermanja-manjaan ke Al, terlihat sekali bahwa gadis itu kangen berat dengan Kakaknya. Al sadar bahwa karena kesibukannya mengembangkan bisnisnya, akhirnya ia kurang dekat lagi hubungannya dengan adik bungsunya maupun ke dua orang tuanya.

"Ganti baju sana" ujar Al menyuruh Echi untuk berganti pakaian, karena saat tiba dirumah sepertinya Echi enggan menjauh dari Al.

"Ihhh bentar kak, Echi masih kangen ama Kakak." Ujar Echi malah mengeratkan pelukannya ke tubuh Al.

"Kalo kangen, bentar kan masih banyak waktu. hmmmm. Kacci mu deh (kecut banget kamu)" ujar Al dengan logat Makassarnya membuat Echi cemberut dan dengan malas beranjak masuk ke kamarnya meninggalkan Al sendiri di ruang tamu.

Al memandang langit-langit rumahnya. Ada rasa kangen berkumpul bersama keluarga,

“Hufhhhh... pengen banget lama-lama disini?” gumam Al pelan lalu ia pun kembali diam, kemudian beranjak masuk ke ruang tengah. Ruang keluarga yang lumayan luas, di desain sendiri oleh Al dengan gaya minimalis tetapi terlihat kesan mewahnya.

Kedua orang tuanya sepertinya sedang sibuk menonton acara di TV, mamahnya yang tersadar akan kehadiran Al segera beranjak dari sofa dan memeluk tubuh anak sulungnya.

"Makan dulu nak," ujar Mamanya dan Al hanya mengangguk.

Al melangkah masuk ke ruang makan lalu mendekat ke meja makan berbentuk segi empat. Al membuka penutup meja dan melihat ada beberapa lauk pauk di meja makan.

Al menarik nafas dalam dan mentapa lama empat kursi kosong di meja makan. Biar bagaimana, Al saat ini merasa hatinya sedang gusar. Menyesal? Tidak juga. Karena Al menganggap inilah takdir. Dan memang dia ditakdirkan untuk berjauhan dengan keluarganya hanya demi sebuah masa depan yang cemerlang.

Semuanya telah dibuktikan oleh Al, dengan umur yang masih muda sudah mempunyai bisnis yang bisa dikatakan menjadi salah satu Distributor Company yang berada di urutan 10 besar perusahaan sejenisnya di Indonesia.

Sepertinya Al hanya menyicipi tempe goreng yang ada di meja, kemudian ia pun kembali ke ruang tengah.

"Adekmu Citra kenapa gak ikut?" Tanya mama Al saat duduk di samping Mamanya.

"Dia sedang banyak kerjaan Ma di Jakarta." Jawab Al.

"Hehe... ya udah kamu istirahat aja gih, kelihatannya kamu capek banget hari ini." Ujar Mamahnya mengusap rambut Al.

"Bentar lagi Ma, oh iya warung di pojokan jalan masih terbuka gak yah jam segini?" Tanya Al mengingat dia ingin membeli sesuatu.

"Masih kok... mau beli apa?" Tanya Mamahnya. Ayahnya terlihat sedang sibuk membaca berita tentang politik di layar TV.

"Beli cemilan aja, lagi pengen ngerjain sesuatu sih Ma." Jawab Al.

"Suruh aja Daeng kebo."

"Gak usah Ma, biar aku sendiri aja yang beli." Jawab Al kemudian beranjak meninggalkan kedua orang tuanya untuk keluar membeli sesuatu di warung yang tak jauh dari rumahnya.

Malam ini Al hanya menghabiskan waktu berkumpul bersama keluarganya. Ada rasa rindu yang dirasakan oleh Al terhadap kedua orang tuanya. Hinggal malampun semakin larut, akhirnya Al tertidur di depan TV ruang keluarganya.



Pagi hari, Al menuju Hotel Clarion setelah mengkonfirmasi sebelumnya ke Pak Toto bahwa pagi ini dia ingin mengajak Pak Toto maupun Reza untuk meeting kecil-kecilan. Ada beberapa hal yang akan Al sampaikan ke mereka.

Saat tiba di depan Lobby, terlihat Reva yang berdiri di meja Resepsionis sedang sibuk membereskan beberapa berkas di atas meja.

"Sibuk banget kamunya yah?" Tegur Al saat berada didepan meja Resepsionis. Reva sempat terkejut akan kehadiran Al saat ini.

"Eh... eh... ngapain kamu kesini?" Tanya Reva salah tingkah, karena sedang diperhatikan oleh teman-teman sesama resepsionis termasuk Indah.

"Nyariin kamu, gak boleh?" Jawab Al dengan senyum menawannya di pagi ini mampu membuat Reva makin salah tingkah.

“Ihh kamu apaan sih?” Sungut Reva sambil memonyongkan mulutnya, namun nampak sebuah senyuman juga tergurat di bibirnya yang imut itu.

“Boleh banget tau. Huh” Gumam Reva sambil tersenyum di dalam hati melihat kedatangan Al. Namun, ada rasa kesal juga karena Al justru datang di saat gadis itu sedang sibuk.

Tiba-tiba dari belakang Al muncul sosok seorang wanita yang berjalan dari arah pintu masuk dan hendak duduk di meja resepsionis. Wanita itu ternyata tak lain tak bukan adalah Rahma, wanita yang baru saja mengalami mimpi terburuknya semalam. Langkahnya langsung terhenti untuk sesaat, saat ia melihat wajah Al yang sedang bercanda dengan Reva.

Wajah ceria Al yang sedang bercanda dengan Reva, akhirnya malah membuat wajahnya pun menjadi semakin sedih. Ingin sekali rasanya dia menangis dan menjerit keras sambil memeluk Al, berharap apa yang sudah terjadi ini hanyalah sebuah mimpi buruk belaka. Namun ia juga menyadari, bahwa apa yang dilihatnya di hadapannya ini, adalah sebuah kenyataan pahit, dan mau tidak mau, Rahma harus mengakui bahwa kisahnya bersama Al telah berakhir.

"Zy," gumam Rahma pelan saat Rahma terus menatap wajah Al yang sedang asik mengganggu Reva, yang saat ini sedang bekerja.

Rasa sakit yang begitu menusuk di dada, membuat Rahma mengurungkan niatnya untuk duduk di meja resepsionis, dan memilih untuk berjalan ke arah toilet.

"Hadehhh... Al, rese banget sih... aku lagi sibuk tau. Bentar aja ketemuannya yah." Ujar Reva saat Al malah menopang dagu di atas meja Resepsionis dan tepatnya di depan gadis itu sambil menatap Reva yang masih sibuk tapi cukup membuatnya salah tingkah.

"Woi Zy, kenapa lu gak datang ke nikahan Rahma kemaren?" Tanya Rio tiba-tiba hingga mengejutkan Rahma dan juga Al.

"Oh? Eh kamu Rio. Hehehe...gak bisa dateng, sorry. Aku lagi ada urusan di Jakarta soalnya bro." Jawab Al, sambil menoleh ke arah Rio.

DEGG!

Dan saat Al menoleh, dia terkejut melihat Rahma yang sedang terlihat kikuk, antara melihat ke arahnya atau memilih untuk kembali berjalan ke arah toilet. Namun akhirnya Rahma kemudian terlihat memaksakan diri untuk melihat ke arah Al, sambil tersenyum kaku.

"Trus lu udah kasih selamat blum ama Rahma, huh? Jahat banget lu jadi teman sih." Ujar Rio sambil melirik Rahma yang masih terdiam dengan kikuk di samping Rio.

Al menatap sesaat wajah Rahma dengan pandangan hampa, sebelum Al kembali menguasai dirinya lagi, dan berjalan ke arah Rahma sambil tersenyum lebar.

“Hahahaha. Sorry aku gak liat kamu datang Ma. Selamat yah Ma. Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah." ujar Al kemudian menjulurkan tangannya ke arah Rahma. Rahma pun tampak ragu-ragu untuk membalas uluran tangan Al, walau pada akhirnya dia pun berusaha memaksakan diri untuk menyambut uluran tangan Al itu, sambil berusaha memaksakan sebuah senyuman juga di bibirnya.

"Makasih ya Al." Jawab Rahma. Al pun tersenyum sambil menggelengkan pelan kepalanya penuh arti kepada Rahma. Mengisyaratkan agar Rahma tidak membuka identitas Al kepada siapapun. Dan Rahma yang menyadari isyarat Al tersebut hanya bisa tersenyum kecut saja.

"Hei... buruan pergi, aku lagi gak pengen diganggu." Ujar Reva tiba-tiba dari belakang, sambil mendorong punggung Al, untuk menyuruhnya pergi.

"Hehe... ya udah, ntar aku jemput yah." Ujar Al sambil berbalik ke arah Reva. Meninggalkan Rahma dalam keheningan yang menyakitkan. Seandainya saja ia bisa menjerit, pasti sudah dilakukannya saat ini.

"Kenapa sih gak nelfon aja, ngapain juga sampai datang ke sini." Ujar Reva merasa heran.

"Ada urusan dikit, kebetulan teman nginap disini." Jawab Al seadanya. Reva hanya mangguk-mangguk aja.

"Awas kalo aneh-aneh dihotel" Cetus Reva sambil memanyunkan bibirnya dengan lucu.

"Maksud kamu aneh-aneh gimana?" Tanya Al heran.

"Hmm..yah..gitu deh ah. Ya udah Lupain aja.. Udah buruan gih sana, aku mau kerja dulu." Ujar Reva yang merasa tak enak terhadap teman-temannya karena kehadiran Al yang dirasa saat ini sedang mengganggu kerjaannya.

"Hehehe. Ok deh, see u yah." Ujar Al sambil menoel dagu Reva, sebelum ia kemudian beranjak meninggalkan Reva, dan juga Rahma yang masih terus menatapi kepergian Al, dan menuju ke kantor Pak Toto yang terletak di sebelah gedung.


------​


Saat tiba di kantor Manajemen Hotel, Al bertanya ke sekertaris GM Hotel tentang keberadaan Pak Toto. Ada beberapa mata yang mengenal Al saat di acara pertunangan Rahma dan Reza merasa heran akan kedatangan Al untuk mencari Pak Toto.

Tanda tanya menghampiri benak mereka, namun sepertinya mereka gak begitu paham ada urusan apa Al menemui Pak Toto. Jelas sekali, mereka enggan bertanya. Hanya sekedar bertanya dalam hati.

Ternyata Pak Toto dan Reza sudah menunggu di ruangan Pak Toto. Reza saat ini sedang duduk bersama Pak Toto di meja kecil yang memang berada di dalam ruangan GM. Meja untuk meeting tak jauh dari meja GM yang nantinya akan ditempati oleh Reza.

"Pagi Pak,"

"Pagi Pak Al,"

Reza dan Pak Toto berdiri dan menjabat tangan Al bergantian, lalu dibalas dengan Al untuk menyuruh mereka untuk duduk kembali ke kursi masing-masing.

Saat bertemu Reza, Al tampak tidak menunjukan wajah tak suka ataupun dendam, dan malah menunjukan sikap seperti tidak pernah terjadi sesuatu antara dia dengan Reza. Reza yang saat ini mengakui kebesaran jiwa Al, dimana Al memang adalah seorang pimpinan yang mampu memisahkan masalah pribadi dengan masalah profesional, malah membuatnya tampak minder dan malu hati di hadapan Al.

"Gimana hari ini? Ada yang menarik?" Tanya Al saat duduk di kursi depan sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.

"Hari ini dihotel sedang banyak event pak." Jawab Reza membuat Al mengangguk dan tersenyum.

"Hemm... ok, kita langsung mulai aja yah? Kita santai aja, gak perlu terlalu formal. Aku hanya ingin ngobrol-ngobrol aja dengan bapak berdua." Ujar Al, tubuhnya maju ke meja dan ke dua siku tangannya diletakkan di atas meja. Wajahnya menatap ke dua bawahannya yang duduk sebelah kiri dan kanannya.

Tok... tok... tok...

Tiba-tiba suara ketukan dipintu ruangan membuat Al menghentikan obrolannya sambil mempersilahkan Pak Toto untuk menyuruh masuk seseorang yang baru saja mengetuk pintu ruangannya.

"Pagi Pak, silahkan." Ternyata sekertaris GM baru saja membawakan 3 gelas kopi untuk mereka.

"Makasih yah Ver." Ujar Pak Toto lalu sekertaris tadi mengangguk dan meninggalkan ruangan.

"Silahkan diminum Pak Al." Ujar Pak Toto.

Al menyurup kopinya lalu tersenyum mengangguk. Begitu juga Reza dan Pak Toto melakukan hal yang sama dengan Al lakukan.

"Jadi kapan nih Pak Toto, acara serah terima jabatan dan investasi perusahaan ke Pak Reza." Tanya Al saat menaruh cangkir kopinya di atas sebuah piring kecil di depannya.

"Minggu depan Pak, karena Reza masih mempelajari secara keseluruhan jod descnya yang menjadi tanggung jawab dia nantinya." Jawab Pak Toto.

"Hemmm... so, ada kendala gak Pak Reza dengan kerjaan baru bapak?" Tanya Al ke Reza.

"Sejauh ini sih gak ada Pak, secara garis besar sebetulnya hampir sama sih dengan kerjaan saya di posisi sebelumnya." Jawab Reza.

"Ok, aku gak berminat mendiskusikan mengenai detail kerjaan kalian. Karena aku anggap Pak Toto bisa menghandle semuanya." Ujar Al.

Kedua bawahan Al terlihat serius dan tak sabar mendengarkan apa yang akan Al diskusikan saat ini. Karena Pak Toto sangat mengenal Al, bahwa strategynya selalu cemerlang dalam menjalankan bisnisnya selama ini. Jelas juga bagi Reza, bahwa dalam benaknya saat ini, dipenuhi oleh rasa kagum, dan seakan tak percaya melihat bagaimana jiwa kepemimpinan pria yang duduk dihadapannya, dan pernah ia lecehkan dulu. Bahkan saat Al belum mengeluarkan suara sedikitpun, dan hanya terdiam tapi sudah menunjukkan sikap leadershipnya yang begitu kuat.

"Hemmm... aku datang kesini, sebetulnya hanya ingin mengobrol tentang KPI 3+1, pak Reza. So, apakah Pak Toto udah menjelaskan poin 3 Key Poin dan 1 poin goalsnya seperti apa kepada pak Reza?" Tanya Al dengan mimik wajah yang serius.

"Sudah Pak, dan sepertinya Reza juga sudah sangat paham dengan KPInya tahun ini." Jawab Pak Toto.

"Ok, gimana Pak Reza? Ada kendala dengan KPI bapak?"

"Gak ada sih Pak, tapi kalo gak keberatan sih. Ada baiknya mungkin saya juga mendapatkan penjelasan dari bapak cara untuk mencapai goalsnya." Ujar Reza dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Al.

"Baiklah kalau begitu. Memang Itulah tujuannya aku ada disini." Jawab Al.

"So... bisa tolong di sebutkan apa aja 3 + 1 Pak Reza?" Tanya Al kembali.

"Pertama, bussines growth 25%. Kedua, increase number of customers. Ketiga, Aktivasi New project 2016. Dan Goalsnya, Developed capability = leadership dan manajemen Skill." Jawab Reza menjelaskan poin-poin KPInya.

"Oke, jelas poin pertama tolak ukurnya itu adalah bisnis kita tumbuh sebesar 25% secara full year 2016 dibanding dari tahun 2015... betul tidak?" Ujar Al dan di iyakan oleh Reza dan Pak Toto.

"Nah, untuk menuju growth apa yang akan kamu lakukan? Itulah poin ke dua dan poin ke tiga. Timbul pertanyaan, apakah cukup dikatakan kamu berhasil menjadi seorang pemimpin apabila mencapai ke tiga poin tersebut?." Tanya Al ke mereka.

"Belum tentu pak."

"Yap, jadi kamu juga harus upgrade capability kamu sebagai seorang pemimpin." Ujar Al.

"Caranya bagaimana? Silahkan request ke Ibu Citra untuk di ikutkan dalam sesi trainning tersebut... apakah nanti kamu akan mengikuti trainning learning centre atau ikut trainning yang akan di adakan oleh Dale Carnegie."

"Baik Pak," jawab Reza.

"Hemm... aku mau nanya ke Pak Reza, sebutkan 3 poin... apa yang menjadikan pihak manajemen selama ini menjadikan bisnis hotel ini adalah bagian dari plan fokus tahun 2016? Padahal banyak Hotel yang sudah gulung tikar." Tanya Al mulai mencoba menguji pola berfikir si Reza.

"Menurut aku, karena bisnis ini sangat menjanjikan... kedua, pertumbuhan ekonomi semakin pesat hingga banyak masyarakat ingin menghabiskan waktu weekend mereka di hotel berbintang. Ketiga, mungkin karena banyaknya tempat hiburan yang disediakan dihotel kita. Makanya, kita bisa mendapatkan value juga dari side bisnis tersebut." Jawab Reza membuat Al tersenyum.

"Hemm... ada benarnya, namun mungkin aku hanya perjelas dikit." Ujar Al. "Pertama, karena Place... Sudah tentu kenapa kita fokus ke bisnis Hotel ini, karena arahnya sudah sangat jelas dan akan menjadi sebuah bisnis yang menjanjikan karena letak Hotel kita saat ini berada di daerah-daerah pusat bisnis. Dan manajemen sudah mampu memprediksikan bahwa Hotel kita akan bertahan karena memang hanya di daerah pusat bisnis dan perkantoran sajalah sebuah hotel bisa menjalankan aktifitasnya dengan normal. Tentu saja ada pengecualian lain selain area bisnis, tentu saja saat ini Makassar adalah pusat perdagangan dan pariwisata wilayah Indonesia Timur. Makassar saat ini menjadi salah satu daerah yang memiliki pusat-pusat pariwisata yang ramai oleh pengunjung. Biasanya para masyarakat yang mempunyai duit lebih, akan meluangkan waktu pada saat weekend untuk berlibur di tempat-tempat pariwisata dan disinilah kesempatan kita untuk menyediakan fasilitas dan prasarana dimana mereka bisa menginap. Karena biasanya seseorang yang ingin merasakan weekend dengan tenang akan meluangkan waktunya paling sedikit satu malam di tempat pariwisata tersebut." Lanjut Al menjelaskan poin pertama.

"Kedua... Price, harga kita yang sangat kompetitif... mudah dijangkau oleh masyarakat yang tingkat ekonominya berada di level medium Up." Al melanjutkan penjelasannya tentang poin ke dua. "Ketiga... Kompetisi, makin hari makin banyak kompetitor yang bermunculan di segmen perhotelan. Pertanda, memacu kita sebagai pelakon didalamnya untuk makin bergairah dalam menjalani kompetisi tersebut. Intinya gini, jumlah populasi di Makassar saat ini berjumlah -+ 2juta penduduk... nah sales kita saat ini masih di angka 5M perbulannya. So, kalo kita hitung dengan jumlah penduduk saat ini, dengan harga kita paling terendah di angka 500 ribu. Berarti konsumen kita yang datang selama ini hanyalah berkisar di angka 10ribuan orang... dan jelas konsumen kita bisa dikatakan 70% berasal dari luar kota Makassar. Gak nyampe 1% donk konsumen kita dari kota Makassar, bahkan 0,00 sekian persen... nah, kita sekarang memperebutkan kompetisi ini di sisa persentasi jumlah penduduk yang belum pernah berkunjung sama sekali dihotel kita. Paham kan?" Lanjut Al.

"Paham Pak," jawab Reza.

"Setuju dengan pemikiran Pak Al saat ini." Ujar Pak Toto menimpali.

"Kembali ke diskusi awal kita mengenai KPI pak Reza." Ujar Al. "Poin ke dua mengenai increase number of customer... inilah tugas Pak Reza menambah jumlah pengunjung kita di segmen middle. Gak butuh muluk-muluk... manajemen meminta pertumbuhan di angka 10% saja. Gak sulit kan?" Lanjut Al.

"Siap Pak, banyak hal yang sudah aku plankan untuk quartal awal ini." Jawab Reza.

"Poin ke tiga dari KPI Pak Reza, aktivasi new event... silahkan lakukan apa saja yang bisa meningkatkan jumlah pengunjung kita. Selama event yang kalian ajukan itu tepat sasaran, kami pihak manajemen akan dengan senang hati menyetujui setiap pengajuan event yang akan Pak Reza ajukan ke kami."

"Baik Pak, semoga tahun ini Hotel kita menjadi nomor satu di Makassar." Ujar Pak Toto dan Reza meng-aminkan.

"Jadi KPI pak Reza itu saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, gak melebar dan gak acak-acakan... plus poin ke empatnya itu untuk diri pribadi Pak Reza." Ujar Al.

"Makasih Pak." Ujar Reza.

Akhirnya mereka kembali mengobrol hal-hal tentang perkembangan bisnis lainnya dibidang distribusi maupun produsen produk home care. Banyak hal yang Reza bisa tangkap dari diskusi mereka kali ini.

Terlihat Reza sangat antusias mendengarkan penjelasan-penjelasan baik dari Al maupun dari Pak Toto. Diskusi tidak berpusat oleh Al sebagai pimpinan, tapi di diskusi kali ini mereka saling mengemukakan pendapat dan pertanyaan seputaran dunia bisnis yang mereka jalankan.

Reza berulang kali mengucap syukur atas apa yang dia temukan saat ini. Ilmu, pengetahuan, jabatan, dan tentu saja seorang pimpinan atas yang sangat humble dan cerdas tentunya. Apalagi setelah kejadian yang menurutnya sangat tragis semalam, justru hari ini tidak terlihat sama sekali di wajah Al suatu kekecewaan atau amarah terhadap Reza. Tak sedikitpun Al menyinggung masalah semalam. Sangat profesional banget gumam Reza tak henti-hentinya.

Dan mulai saat ini, dia berjanji dalam hati untuk berusaha semaksimal mungkin mengembangkan bisnis ini selama dia menjadi pimpinan di Hotel milik 3MP. Reza tak ingin mengecewakan Al untuk kedua kalinya, justru akan membuktikan bahwa Al tidak salah memilih menjadikan Reza sebagai GM di Hotelnya.

Waktu makan siang pun telah tiba, Al mengajak Pak Toto dan Reza untuk keluar bareng makan siang di salah satu Mall yang terletak di daerah Tanjung Bunga.


Berbeda tempat, sore ini terlihat Nos sedang janjian dengan seseorang disalah satu cafe yang terletak di daerah Jakarta Selatan.

Sepertinya Nostra telah tiba duluan di Cafe, sambil menunggu seseorang yang akan bertemu dengannya. Mr. Nos memesan Coffee Latte sambil memainkan iPadnya untuk mengisi kekosongan.

Dari arah pintu masuk, terlihat sosok pria yang telah di tunggu oleh Nos sedang melihat-lihat sekitar.

"Hei... Chi," ujar Nos memanggil pria itu yang bernama Niju Ichi, pria berdarah jepang keturunan. Ichi pun melangkah ke meja paling sudut tempat Nos saat ini.

"Sorry bos, agak macet dari kantor kesini." Ujar Ichi menjabat tangan Nostra.

"No problem lah, gw juga baru nyampe kok... oh iya, lu dah izin ama bos lu kan?" Tanya Nostra.

"Sudah bos, kata si Bos L sih kalo Bos Nostra yang minta dia mah ikut aja... takut si Bos Nos ngetusbol dia katanya." Ujar Ichi. Yah, Ichi saat ini sedang bekerja di 3MP sebagai FAM (Finance Accounting Manager) di bawah Mr.L. dan saat ini, dia sedang menjalani side jobnya sebagai agen pengintai. Dulunya sih Ichi bekerja di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) untuk membantu para terdakwa dipengadilan yang tidak mempunyai biaya untuk menyewa seorang pengacara. Namun, setelah ada tawaran dari 3MP. Akhirnya Ichi melepas kerjaannya di LBH lalu fokus bekerja di perusahaan milik Al.

Suasana Cafe sore ini terlihat tidak begitu ramai, mungkin sekitar 4 meja dari total meja sekitar 20. Tak lama salah satu waitress mengantarkan pesanan Nostra dan juga mencatat pesanan Ichi yang baru saja tiba.

"Ok, apa yang sudah lu temuin Chi?" Tanya Nostra mulai membuka obrolan tentang tujuan mereka bertemu saat ini.

"Positif bos... sesuai kecurigaan si Bosnya selama ini." Jawab Ichi sambil membuka tas ranselnya.

Ichi mengeluarkan sebuah map coklat dari dalam tasnya lalu menyerahkan ke Nostra.

"Makasih yah Mba," ujar Ichi memotong saat waitress tadi membawakan minuman pesanannya.

"Jadi itu foto-foto yang gw ambil selama beberapa hari ini mengintai dia... foto-foto kemesraan mereka di mall, tempat-tempat hiburan bahkan di kosan mereka." Ujar Ichi menjelaskan foto-foto yang baru saja dikeluarkan oleh Nostra dari amplop coklat tadi.

"Hemm... asyem juga dia yah Chi. Kayaknya gw emang selama ini salah menilai dia." Ujar Nos sambil manggut-manggut. Tak terlihat diwajah Nostra sebuah emosi karena mengetahui bahwa tunangannya telah selingkuh dibelakangnya. Ichi yang melihat raut wajah Nostra malah bingung.

"Kok bos nyante-nyante aja sih? Gak gimana gitu...?" Tanya Ichi heran.

"Hahahaha... trus gw harus ngapain? Emosi trus damprat mereka? Atau gw harus nangis-nangis bombay karena tau dia selingkuh?" Tanya Nos.

"Yeh kali aje bos." Celetuk Ichi. Mereka berdua memang sejak dulu akrab sebagai sahabat. Makanya candaan mereka tidak terlihat antara pimpinan dan bawahan.

"Gak banget gw Chi... dikamus Nostra gak ada yang namanya sakit hati atau emosi gegara masalah perempuan... jijik gw yang ada malahan ma dia." Jawab Nostra.

"Hahahaha... gw suka gaya si bos kalo kek gini."

"Minum dulu Chi, nih rokok." Ujar Nos sambil menawarkan rokok downhill ke Ichi.

Mereka berdua menikmati rokok Downhill sambil berbincang-bincang seputaran dunia perlendiran. Sepertinya Nostra sedang berfikir apa yang akan dia lakukan kedepannya.

"Gila tuh cewek... bisa-bisanya dia selingkuh... belum tau ape Nostra junior kek gimana. Gw penasaran ama cowoknya. Apa sih yang udah dia kasih ke Hellen." Ujar Nostra seperti sedang memikirkan sesuatu.

Sepertinya Ichi enggan berkomentar, dia hanya mengangkat ke dua bahunya mengisyaratkan bahwa dia pun tak mengerti asal usul kenapa Hellen bisa selingkuh.

"Oh iya, lu masih mau nongkrong disini atau udah mau cabut? Masalahnya gw bosen disini... gak ada yang menarik sih." Ujar Nos setelah beberapa saat mereka mengobrol santai.

"Hehe... gw sedang nunggu teman sih bos. Tadi sih janjian disini." Jawab Ichi membuat Nos mengernyitkan alisnya.

"Ohh... pasti cewek?" Tanya Nos.

"Iye bos... hehehe."

"Sendiri atau ada temennya nih? Kali aje gw bisa nemenin temannya kan." Ujar Nos cengengesan.

"Ah si Bos bisa aja... gak tau sih bos. Tapi teman gw sih datangnya ber-empat." Jawab Ichi. Sedikit ada rasa was-was akan tingkah Nos di depannya.

"Pas tuh... ya udah, gw nemenin lu aja nungguin teman lu Chi." Ujar Nos membuat Ichi sedikit lemas. Tadinya sih dia berharap Nos akan meninggalkannya di cafe. Tapi, justru Nos menemaninya menunggu.

"Hehehe..." Ichi hanya tertawa kecut.

Beberapa saat kemudian, dari depan pintu terlihat dua sosok cewek cantik berkerudung dengan penampilan modis anak perkantoran. Satunya memakai hijab berwana krem dengan busana blazer seragam 3MP dan di wajahnya bertengger sebuah kaca mata di hidung mancungnya membuat wajahnya makin cantik dan imut. Satunya lagi sama dengan penampilan cewek yang berkacamata tadi. Tapi, dia memakai hijab berwarna putih kecoklatan. Ada motof kembang, dengan perawakan yang hampir sama dengan teman yang satunya. Keduanya mempunyai kulit putih dan bersih sedang melangkah mendekati mejah Nos dan Ichi.

"Sorry lama yank," ujar wanita berkacamata tadi sambil mencium pipi kanan Ichi.

"Maaf sayang, Oli sih nyetirnya lama banget." Ujar wanita satunya lagi mencium pipi kiri Ichi.

"Bentar... bentar... kalian kan anak-anak finance?" Tanya Nostra yang melihat tingkah ketiganya. Dan jelas mengenal kedua wanita cantik itu.

"Hehehe... iya Pak Nostra." Jawab wanita yang bernama Olivia dengan wajah cantik berkaca mata itu.

"Lu Oli kan? Dan lu siapa? Lupa gw..."

"Rani Pak. Hehehe..." ujar wanita satunya lagi yang bernama Rani.

"Duduk sayang..." ujar Ichi menyuruh duduk kedua wanita itu.

Nostra terlihat heran atas apa yang ia lihat di hadapannya. Ichi sedang merangkul kedua wanita itu yang duduk di sebelah kiri dan kanan si Ichi.

"Njirrr... lu berdua?" Tanya Nostra menggantung.

"Hehe... yoi bos, mereka berdua calon bini gw." Jawab Ichi yang sudah mengetahui apa yang ditanyakan oleh Nos.

Nostra tak habis pikir dengan apa yang ia lihat saat ini, terlihat ia sedang memikirkan sesuatu. Wajahnya tersirat sebuah senyuman yang mengartikan sesuatu.

"Njirr lu Chi, yg dua nya mana?" Tanya Nostra karena sepengetahuan dia, teman Ichi akan datang ber-empat.

"Tuh dia Pak," jawab Rani saat melihat dua wanita tak kalah cantiknya dengan mereka.

Dua wanita itu baru saja memasuki cafe tempat mereka nongkrong. Wanita dengan penampilan modis dan agak sensual menampakkan sedikit gundukan payudaranya dari balik blousenya saat ini. Berbalutkan blazer berwarna coklat membuat Nostra melototkan kedua matanya karena sangat mengenal sosok wanita itu. Satunya lagi seorang wanita agak dewasa tapi gak kalah cantik juga berjalan mendekat ke meja mereka. Penampilannya hampir sama dengan temannya yang tadi.

Keduanya tersenyum ke arah Nos lalu menyapa Ichi yang sedang duduk di sofa dan di himpit oleh dua gadis cantik berkerudung.

"Hai sayang... sorry lama nunggu yah." Ujar wanita yang pertama dengan berpenampilan seksual itu.

"Cherllyn, lu juga?" Tanya Nos heran. Yah, dia sangat mengenal sosok wanita itu yang tak lain saat ini ia bekerja di 3MP satu divisi dengan Nos. Yaitu divisi Marketing.

"Hehehe... iya pak, calon istrinya Ichi." Jawab Cherllyn membuat Nos geram.

"Njirrr banget lu Chi... trus lu gw kenal... lu kan Liana HR manager kan?" Tanya Nostra lagi kepada wanita satunya.

"Hehehehe... iya Pak." Jawab wanita itu yang bernama Liana.

"Jangan bilang lu juga calon bininya si Ichi." Tanya Nostra.

"Iya pak. Hehehe... emang gak boleh?" Tanya Liana sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Mr.Nos.

"Wasyemm lu Chi... 4 bidadari kek gini bisa aje lu embat semua. Mana sekantor semua lagi." Ujar Nos tak henti-hentinya merasa heran terhadap Ichi.

"Hehehe... bisa aja si Bos. Ayo sayang duduk." Ajak Ichi menyuruh duduk si Cherllyn dan Liana.

"Lu tau yeh... gw capek-capek nyari cewek di luar bareng si L... eh lu malah dapetin nih bidadari-bidadari cantik penghuni kantor... bener-bener lu." Nos terlihat tak habis pikir dengan kelakuan Ichi. Bisa-bisanya dia ngedapatin ke-empatnya tanpa ada masalah sedikitpun. "Mana lu ber-empat akur gini... njirrrrr" lanjut Nos sudah terlihat wajah mupengnya yang menginginkan seperti yang dilakukan Ichi saat ini.

"Chi... bagi-bagi nape." Ujar Nos yang sudah tak tahan ingin mengeluarkan unek-uneknya.

"Emang coklat bos dibagi-bagi... hahahahaha." Ledek Ichi.

"Iya nih si bos... masa tega ama anak buahnya yang paling cantik ini." Ujar Cherllyn menimpali.

"Hadehhhh... jangan terlalu rakus gini Chi... sedekah lah dikit ama gw cuk." Ujar Nostra masih mencoba keberuntungannya.

"Bruakakakakak... kagak lah bos. Ini calon bini gw semua euy." Jawab Ichi membuat Nostra menahan konaknya saat ini.

Terlihat Cherllyn sedang mengirim sebuah BBM ke Liana. Dan sebuah senyum simpul terlihat di wajah keduanya. Ada sesuatu yg mereka rencanakan saat ini.

"Btw malam ini kalian ada acara gak?" Tanya Nostra mulai mencoba kembali sesuatu yang dia pikirkan.

"Gak ada pak." Jawab Cherllyn.

"Kenapa emang bos?" Tanya Ichi merasa sedikit heran.

"Hemmm... party yuk... kemana gitu." Ujar Nostra.

"Boleh boleh pak." Jawab Liana sambil menoleh ke arah Cherllyn.

Kedua wanita tak berkerudung itu menatap Nos dengan tersenyum dikulum. Nos pun begitu, ia tak hentinya menatap kedua wanita itu dengan senyum genit dan mupengnya. Berharap sebentar lagi dia akan merasakan sesuatu terhadap kedua wanita itu.

"So?" Tanya Nos.

"Gw ikut aja apa kata bos Nostra." Jawab Ichi tapi sudah mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Cherllyn dan Liana.

"Wanjirrrr... ayo ayo ayo... bosen gw disini." Ujar Nos tak sabaran.

Akhirnya setelah menyelesaikan bill pesanan mereka dikasir. Mereka berlima meninggalkan cafe menuju ke suatu tempat.

Di benak Nos saat ini, mungkin akan mendapatkan sesuatu. Tapi, bukan Cherllyn namanya kalo gak bisa ngerjain si Bosnya.

Bersambung...

By TJ44

Me & U - PRIVATE SECRET 26



PAYBACK IS SWEET

Anjungan Pantai Losari menjadi pusat keramaian kota Makassar, dengan berbagai latar belakang penikmat sunset di sore hari. Di sepanjang jalan penghibur ramai para pedagang pisang EPE yang menjajakkan jualannya memakai gerobak dan tenda yang sudah terpasang rapi. Al dan Reva memilih sore ini bersama di salah satu gerobak pisang EPE yang terletak di depan Rumah Sakit Stella Maris. Lebih tepatnya di atas trotoar yang memang dipersiapkan oleh pemerintah kota buat para pedagang tersebut.

Yah, awalnya Al berfikir keras apakah ia harus menghadiri acara makan malam Reza dan Rahma atau tidak. Namun, dalam benaknya saat itu bahwa mungkin sudah saatnya Rahma mengetahui yang sebenarnya. Akhirnya, siang tadi Al berangkat ke Makassar setelah memantapkan hatinya untuk mengungkap semuanya ke keluarga Rahma maupun Reza tentang siapa dirinya.

Dan, sore ini Al menjemput Reva di tempat kerja lalu mengajak Reva untuk melihat sunset di Pantai Losari.

"Al, hemmmm..." Reva mengulum mulutnya seakan meminta menginginkan sesuatu tapi entah sepertinya susah ia katakan.

"Kamu kenapa Va?" Al melihat perubahan raut wajah Reva saat ini.

"Gak jadi deh,"

"Astagaaa bilang aja, kok pake acara malu-malu segala sih" ujar Al tersenyum.

"Pacaran yuk," ujar Reva langsung menembak Al membuat Al tersenyum dan seakan ingin menertawakan gadis itu.

"Gini nih, susahnya kalo sayang ama cowok GAY" gumam Reva cukup terdengar ditelinga Al.

"Susah apanya?"

"Eh gak gak gak... anggap kamu gak dengar yah."

"Lho, kok gitu?"

Reva menghela napas. Memalingkan wajahnya ke arah jalan raya. Sambil menekuk wajahnya ia pun menatap ke depan dan mendapati Al yang duduk didepannya sedang menatapnya dengan wajah tersenyum.

"Eh, tuh kan.. " ujar Reva salah tingkah karena ditatap oleh Al.

"Udahlah Va, ingat apa yang aku katakan itu hari? Sedikit lagi yah"

"Iya, satu purnama belum lewat kok" gerutu Reva membuat Al makin gemas kepada gadis di hadapannya.

"Oh iya, nanti malam kamu nemenin aku yah... ada temen ngajakin makan malam." Ujar Al.

"Duh, anu Al. Aku kayaknya gak bisa deh. Nah sekalian nih, ada yang aku ingin omongin ama kamu" ujar Reva sambil memasang wajah memohon.

"Ngomong aja Va, kenapa gitu?"

"Gini, kebetulan nanti malam sepupuku tuh dari mama datang ke Makassar. Mau tes CPNS gitu Al, hemmm... trus aku pikir daripada dia nginap dihotel seminggu, mending dia nginap bareng aku aja di appartemen kamu. Tapi kalo kamu gak mengizinkan gak apa-apa sih." Reva terlihat memasang wajah memohon dan Al tersenyum setelah mendengarkan ucapan Reva barusan.

"Silahkan, itukan juga appartemen kamu"

"Hehehe, makaciii yah Al. Duhh sini sini." ujar Reva dengan wajah dibuat-buat genit sambil memanggil Al untuk duduk disampingnya.

"Hushhhh... dasar mesum kamu Va"

"Tapi enak kan kalo dimesumin?hihihi"

"Dasar,"

Reva memandang wajah Al sambil mengulum mulutnya, rasa senang dan bahagia yang saat ini ia rasakan. masih terus terngiang-ngiang di ingatannya saat pertama kali bertemu dengan Al. Bahkan saat pertama kali gadis itu menyerahkan keperawanannya kepada pria dihadapannya saat ini.

Walau dia sampai saat ini masih menganggap Al itu adalah Gay, tapi dia tak bisa membohongi hatinya bahwa dia sangat mengagumi Al. Bahkan Reva sudah sangat menyayanginya. Pria Gay yang memiliki sejuta pesona dari ketampanan wajahnya dan segala yang dimiliki di tubuhnya sudah cukup membuat Reva kelepek-kelepek.

"Kok ngeliatin aku kek gitu Va?" tegur Al dan membuat Reva tersadar dari lamunannya. Al membetulkan duduknya, kemudian meminum minumannya yang baru saja di antarkan oleh si pedagang beserta pisang EPE pesanan mereka.

"Hehehe... gak kok Al, hemmm... Aku hanya berpikir kok bisa-bisanya yah kamu jadi Gay.” Jawab Reva asal sambil menggigit bibir bawahnya menutupi kegugupannya akibat ketahuan memandangi wajah Al, lalu mengalihkan pembicaraan yang tidak sesuai dalam hatinya. Ingin sekali rasanya dia mengucapkan kalimat 'kamu tampan sekali'. Tapi, biar bagaimana Reva masih menjaga gengsinya didepan Al.

Jawaban Reva membuat Al mengerutkan dahinya, tak lama kemudian ia mengangguk seolah mengerti apa yang dimaksud Reva dengan kata-kata absurdnya. “Bisa saja kan, buktinya udah ada." Ujar Al.

Spontan Reva memutar bola matanya, ia tak pernah mengira bahwa pria tampan didepannya bisa menjadi seorang Gay. Apakah mungkin dia bisa menyembuhkan Al untuk menjadi normal lagi?.

“Al, kok Rahma dari dulu gak pernah nerima cinta kamu yah? Ckckckck... kayaknya ada yang salah nih.” Ujar Reva terhenti sesaat ketika menyadari ia menyebut nama Rahma. Hal itu membuatnya kikuk sendiri. “Ah, tapikan dia baru saja menikah dengan Reza,” pikir gadis itu dalam hati. "gak masalah donk sekarang... hihi".

“Gak ada yang salah kok, Memang sangat sulit seorang wanita secantik Rahma mau berhubungan dengan pria yang gak jelas sepertiku"

“Oh, tapi Al... hemmm, sepertinya dia juga mencintaimu, aku lihat waktu akad nikahnya. Dia sepertinya sedang menunggu seseorang... keknya dia sangat tersiksa deh Al" ujar Reva yang sudah mengunyah pisangnya.

"Hemm... salah orang kali Va, yang dia tunggu mungkin bukan aku. Lagian, aku tidak sangat berminat membahas dia lagi. Kan sudah ada kamu" ujar Al cukup membuat Reva tersenyum.

"Jadi, kamu pulang appartemen gak nanti?" Tanya Reva.

"Sepupu kamu cowok apa cewek?"

"Cewek lah, kalo cowok gak mungkin aku ajak nginap bareng." Jawab Reva sambil sibuk mengunyah pisangnya bareng Al.

"Ohh... ya udah, mungkin biar aku nginap dirumah ortu aja Va."

"Tapi, hemm... aku kok pengen berduaan ama kamu lagi Al" Reva menyadari sepertinya mereka akan berjauhan lagi.

"Hehe... ntar kalo berduaan melulu bisa kejadian lagi donk Va."

"Biarin, emang kamu gak mau gitu?" Tanya Reva malu.

“Belum saatnya kali Va, nanti kalo udah resmi baru kita gituan lagi,” jawab Al cukup membuat Reva tersenyum bahagia. Ada rasa senang setelah mendengar ucapan Al barusan. Apakah pria itu sungguh-sungguh? Biarkan waktu yang akan menjawabnya.

"Siapa juga yang mau nikah ama kamu... ups" ledek Reva.

"Yakin? Emangnya kamu gak nyesal nanti kehilangan pria tampan dan dahsyat kayak aku. Huh?" Tanya Al membuat Reva melongo mendengar kenarsisan Al dihadapannya.

"Hahahahahaha... kok sekarang kamu makin hari,* makin narsis aja sih Al? Hahahaha"

"Kan kamu yang ajarin,"

"Iya iya, kamu memang hemmm... yah gitu deh" Ujar Reva yang hampir keceplosan. Andai ia ngomong 'Tampan' dihadapan Al, Itu sama saja menerima kenarsisan Al walau mungkin kenyataan memang benar adanya. Reva kembali menyendokkan Pisang EPE ke dalam mulutnya dengan sikap secuek mungkin.

"Apalagi nanti kalo kamu udah punya anak? Aku maunya cewek. Pasti cantik banget," ujar Al. "Ditambah bundanya yang cantik kayak kamu, aku yakin..." ucapan Al terpotong.

“uhukk..uhukk…” Reva tersedak makanannya begitu mendengar perkataan Al. Cepat-cepat Reva mengambil segelas air dan meminumnya dengan sedikit terburu-buru. Setelahnya, Reva menarik napas untuk menenangkan diri dari serangan shock yang bisa saja datang menimpanya.

“Kamu gak apa-apa Va?” tanya Al sok khawatir, padahal sedari tadi pria itu mengulum bibirnya menahan senyum sekuat tenaga.

“anu... uhukkk... uhukkk, gak apa-apa kok. Tiba-tiba keselek aja.” Jawab Reva dengan senyum terpaksa.

“Kok terkejut gitu? Apa karena aku menyebut ‘anak’? Aku pikir itu hal yang wajar deh. Memangnya kamu gak ingin mempunyai anak dari aku?” tanya Al setenang mungkin.

“Eh..itu..” tiba-tiba Reva jadi panas dingin dan salah tingkah di serbu pertanyaan seperti itu oleh Al. Pertanyaan Al membuatnya tak berkutik. Semudah itu Al menyebutkan keinginan mempunyai anak padanya. Lidah Reva terasa kelu untuk memberikan jawaban, senang dan bahagia tentunya mendengar semua itu. Tapi ia sama sekali tak bisa memberikan jawaban karena saking senangnya. Dan Reva berusaha menutupi kesenangannya dihadapan Al.

"So?” Tanya Al dengan seringaian di wajahnya berupa senyuman indah. Namun apa yang telah dikatakan Al justru membuat wajah Reva memerah.

"Anu..., tentu saja.” Jawab Reva pelan dengan gigi yang rapat dan senyuman kecut. Menikah dengan Al... dan mempunyai anak darinya? Ya ampun, bagaimana mungkin ia bisa menolak. Ternyata benar si pria Gay ini sedang promosi, dan ujung-ujungnya dia yang menjadi korban, gerutu Reva dalam hati.

"Hahahaha... udah ah, balik yuk. Takutnya ntar aku telat hadirin makan malam bareng teman" ujar Al dan di iyakan oleh Reva dengan sebuah harapan baru. Harapan menyongsong masa depan bersama Al. Dan membuat dirinya bersemangat untuk menunggu Al melewati satu purnama. "Aku pasti menunggumu Al" gumam Reva dalam hati saat mereka sudah berada di atas mobil.


Runtono Resto yang cozy dan mewah bergaya chinese style sangat cocok buat acara Dinner bersama keluarga, dengan masakan yang lezat dan berkualitas papan atas. Runtono Resto terletak di Jl. Gunung Bawakaraeng. Dengan dekorasi khas berwarna coklat kayu yang mendominasi diantara warna putih yang di gambari sketsa-sketas menawan, membuat Resto ini terasa lebih fresh dan nyaman. Interior ditata rapi senyaman dan sesegar mungkin agar konsumen mau berlama-lama di dalam Resto.

Menu yang disajikan oleh Runtono Resto cukup bervariasi dari menu Indonesia sampai Western.

Sebelumnya Al menelfon pak Toto saat diperjalanan menuju Resto, dan ternyata Pak Toto telah tiba duluan di tempat.

Sebuah SUV Range rover baru saja memasuki parkiran Resto, dan terlihat mobil SUV Fortuner milik pak Toto terlah terparkir diparkiran. Al memarkirkan mobilnya persis disamping mobil Pak Toto, kemudian menelfon Pak Toto yang ternyata masih menunggu Al didalam mobil.

"Malam Pak," ujar Pak Toto yang telah turun dari mobilnya dan menghampiri Al disebelah kanan saat Al membuka pintu mobilnya.

"Malam Pak Toto, maaf telat yah. Biasa rada macet sih tadi" ujar Al menjabat tangan pak Toto.

"Gimana? Apa Pak Reza dan keluarga udah pada berkumpul?" Tanya Al saat mereka melangkah masuk ke dalam Resto.

"Udah setengah jam yang lalu pak, dan mereka sengaja menunggu kita didalam" Jawab Pak Toto.

"Sudah konfirmasi kalo kita datang berdua?"

"Sudah Pak Al, dan mereka sangat senang sekali atas kedatangan bapak di acara keluarga mereka" jawab Pak Toto.

"Selamat Malam, untuk berapa orang pak?" Sapa salah satu pegawai Resto yang memang sengaja berdiri di depan pintu masuk untuk menyambut para tamu Resto.

"Udah pak, keluarga Pak Reza." Jawab Pak Toto.

"Silahkan pak, meja 44" jawab pegawai tadi.

"Makasih yah," ujar Pak Toto lalu melihat se-isi ruangan dan di arah jam 11 dari posisinya berdiri saat ini telah berkumpul seluruh keluarga Reza di meja bundar no 44.

Reza mengangkat tangannya saat melihat kedatangan Pak Toto, tapi sayangnya posisi Al berdiri saat ini terhalang oleh dua orang pegawai yang berdiri di depan pintu. Jelas menghalangi pandangan Reza dan keluarga saat ini.

"Ayo Pak Al, keluarga udah menunggu." Ujar Pak Toto.

"Eh bentar Pak, aku mau ketoilet bentar. Udah dari tadi nahannya pak." Ujar Al dan Pak Toto meng-iyakannya.

Pak Toto melangkah menghampiri meja 44. Semua yang berada di meja 44 berdiri menyambut Pak Toto dan saling berjabat tangan satu-satu mengingat Pak Toto adalah atasan langsung Reza saat ini. Dan karena Pak Toto lah Reza terangkat menjadi General Manager menggantikan posisinya.

"Loh, si bos mana Pak?" Tanya Reza saat tak melihat keberadaan Al.

"Oh beliau sedang ketoilet Za. Paling bentar lagi dia kesini" jawab Pak Toto sambil duduk di kursi berdampingan dengan Reza.

"Wah, suatu kehormatan buat kami nih Pak Toto bisa hadir di acara keluarga kami... apalagi sampai mengajak pemilik perusahaan tempat Pak Toto dan Reza bekerja." Ujar Pak Umar yang duduk berhadapan dengan Pak Toto. Terlihat senyum bangga setelah mengetahui bahwa Al akan hadir di acara keluarganya saat ini.

Suasana Resto saat ini tidak begitu ramai, mengingat memang Resto ini ditujukan untuk acara private maupun acara pertemuan-pertemuan kalangan kelas atas. Harga permenunya juga kelas premium.

"Iya Pak, saya juga bangga lah punya pemimpin perusahaan yang menyempatkan hadir di acara keluarga salah satu karyawannya." Ujar Pak Toto. "Jarang loh, owner kayak beliau yang masih muda dan energik mau repot-repot sampai terbang ke sini hanya untuk menghadiri acara makan bersama kayak gini. Apalagi dengan kondisi yang saat ini, dimana perusahaan sedang sibuk menangani beberapa proyek raksasa. "

"Oh yah, jadi ownernya masih muda yah?" Tanya Pak Umar.

"Sepantaran Rahma dan Reza deh kalo gak salah." Jawab Pak Toto.

Terlihat senyum mengartikan sesuatu di wajah Pak Umar. "Andai saja anak saya ketemu dengan pemilik perusahaan, pasti jauh lebih baik dari pada ketemu dengan Reza." tanpa sadar, pikirannya berkecamuk memikirkan hal yang sangat tidak masuk akal. Apakah memang betul di otaknya hanyalah harta dan harta? Tapi, sudahlah. Dia sadar bahwa segalanya tidak mungkin, mengingat anaknya sudah resmi menjadi milik Reza.

Begitupun Reza saat ini yang tak sabar bertemu dengan sang big bos. Ada kebanggaan di dirinya saat ini mengingat seorang big bos mau menghadiri acaranya. Wajahnya terlihat cerah. Ada sebuah harapan baru tentunya dipikirannya, apakah karirnya akan naik lagi mungkin dikemudian hari? Jelas. Jika kita dekat dengan bos, pasti akan ada sedikit nilai plus tentang hal itu. Bagi Reza, tapi tidak berlaku buat Al.

Pak Toto beberapa kali melirik ke arah toilet, ketidaksabaran tergambar jelas pada ekspresi wajahnya. Beliau tidak sabar ingin segera memperkenalkan Al kepada Reza beserta keluarga besarnya. Dalam benak Pak Toto, sebuah kebanggaan menunjukan kepada Al hasil didikannya yang sukses berprestasi. Dengan usia yang relatif masih muda, Reza dapat menunjukan kepiawaiannya dalam memimpin tim. Dan karena kinerjanya yang sangat baik, Reza dianggap mampu mempin dan membawa Hotel Clarion ke arah yang lebih baik. Selain itu, sebuah apresiasi dari Pak Toto dengan menghadirkan pemilik perusahaan di acara spesialnya.

Al keluar dari toilet, setelah menuntaskan hajatnya yang sedari tadi ia tahan selama perjalanan dari rumahnya ke resto. Dia melihat ke penjuru resto mencari keberadaan Pak Toto. Tiba-tiba Al melihat ke arah jam 2 dari posisinya.

Dug... dugg... duggg!

Jatung Al berdegup kencang, saat Al melihat sosok wanita yang pernah bersemayam di hatinya. Bahkan bisa dikatakan hingga saat ini. Rahma, wanita yang sukses membuat Al galau terlihat sedang berbicara dengan waitress. Sejenak Al berdiam diri menguatkan hatinya, bersiap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi pada saat dia muncul di hadapan Rahma dan keluarga besarnya. "Maaf Ma, mungkin sudah saatnya aku harus jujur ke kamu" berulang kali Al memantapkan keinginannya untuk membuka jati dirinya dihadapan semua keluarga Rahma. Begitu ia merasa dapat menguasai diri walaupun suasana hati masih sedikit gelisah, perlahan tapi pasti Al berjalan menuju ke meja nomor 44 yang ditempati Rahma dan keluarga besarnya beserta Pak Toto.

Di meja bundar saat ini, berjarak sekitar 2 meter dari tempat Al berdiri. Pak Toto sedang duduk membelakangi Al bersama dengan Reza. Tetapi Pak Umar, ayah Rahma, yg pertama menyadari kehadiran Al dan memang sedang duduk berhadapan dengan Pak Toto langsung terpancing emosinya. Al dianggap akan mengacaukan acara pertemuan penting anak menantunya dengan pemimpin dan pemilik perusahaan 3MP, tempat Reza dan Rahma Bekerja. Tanpa sungkan terhadap Pak Toto, Pak Umar langsung menghardik Al.

"Untuk apa kamu kesini?!" hardik Pak Umar begitu Al sampai. "Jangan harap kamu bisa merusak acara penting anak dan menantu saya!"
Semua yang hadir, kecuali Pak Toto langsung menoleh ke arah Al.

Mereka kaget melihat Al ada disini, tak terkecuali Rahma yang baru saja tiba dan terkejut atas kedatangan Al berdiri kaku di samping Al. Emang sih Rahma begitu mendambakan kehadiran Al di pesta pernikahannya. Ada perasaan senang melihat Al, Namun rasa kecewa yang lebih dominan di hati Rahma. Dia kecewa mengapa Al datang terlambat, bukan datang di acara pernikahannya dan membawanya kabur.

Raut ketidaksukaan akan hadirnya Al juga tergambar dari ekspresi wajah Reza saat menoleh ke belakang. Dia berpikiran Al akan merusak acara penting dia, keluarga besarnya, dan pemimpin perusahaan tempatnya bekerja. Namun karena kehadiran Pak Toto, Reza mencoba menahan diri.

"Sudah saya katakan, pemuda yang masa depannya suram sepertimu tidak pantas untuk anak saya!" Pak Umar belum puas memaki Al. "Asal kamu tahu, Reza sudah resmi menjadi suami Rahma. Masa depannya cerah, calon pemimpin hotel besar. Tidak sepertimu yang tidak jelas asal usulnya!"

"Ada apa, Pak? Kok marah-marah?" tanya Pak Toto yang sedari tadi asik membaca program-program kerjanya sebagai RBD, dan seakan tidak mempedulikan keributan yang terjadi.

"Ini pak, ada pemuda tidak jelas yang sering mengganggu putri saya" jawab Pak Umar dengan merendahkan Al. Pak Toto hanya mengangguk, tak ingin ikut campur masalah mertua anak buahnya.

"Pergi kamu! Dasar pengganggu!" kali ini Pak Umar mengusir Al.

"Sabar pah, sabar. Enggak enak sama Pak Toto marah-marah begitu" Reza mencoba menenangkan Pak Umar. Walau sepertinya saat ini Reza sedang emosi, tapi sebisa mungkin dia mencoba menahannya.

"Dan kamu, saya mohon pergi dari sini. Jangan mengganggu kami lagi" Reza berbicara dan menunjuk Al.

Al hanya tersenyum sinis menanggapi semua cacian dan hinaan Pak Umar. "Oke...Kita liat siapa yang akan tertawa belakangan." gumam Al yang sudah merasa tidak tahan lagi menerima perlakuan kasar dari mereka. Dengan menganggukan kepalanya sambil tersenyum sinis, Al pun kemudian memohon pamit kepada pak toto.

"Sepertinya kehadiran saya tidak diharapkan disini" akhirnya Al angkat bicara "Pak Toto, saya pamit ya".

Reza, Rahma, Pak Umar, dan semua yang hadir terkejut mendengar perkataan Al. Kenapa? Beberapa kali mereka bertanya dalam hati bagaimana bisa Al mengenal Pak Toto. Keterkejutan terutama dari Pak Umar yang sudah sedikit grogi berhadapan dengan Al. Sementara itu Reza juga mencoba menoleh samping seperti meminta jawaban dari Pak Toto. Akhirnya Pak Toto pun menoleh ke belakang melihat Al. Beliau pun langsung berdiri di samping Al.

"Loh, Pak Al. Sudah dari tadi disini?" tanya Pak Toto kepada Al.

Cukup membuat semua keluarga menjadi makin terkejut. Tetapi, masih dengan tingkah sombongnya, Pak Umar bertanya pada Pak Toto, "Bapak kenal pemuda tak punya malu ini?"

Mendengar itu, Pak Toto pun geram.

"Tolong jaga bicara bapak dan bersikaplah lebih sopan terhadap pak Al. Beliau sudah rela datang jauh-jauh untuk menghadiri makan malam ini sebagai penghormatan untuk Reza dan anak bapak yang baru menikah. Beliau sangat tidak pantas diperlakukan dengan kasar oleh bapak, terutama oleh kamu Reza."

Hening sedetik.

"Kalau bapak belum tahu, beliau ini lah pemilik tunggal PT Tiga Mandiri Perkasa. Induk perusahaan tempat anak dan menantu bapak bekerja. Bapak Alfrizzy Yudha Pratama"

Duaaaarrrrrrr!

Dunia seakan runtuh dihadapan mereka. Khususnya Pak Umar setelah mendengar ucapan Pak Toto, tubuhnya menjadi kaku. Bibirnya gemetar seakan tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Matanya menatap wajah Al dengan tatapan ketakutan. Kedua telapak tangannya basah karena keringat dinginnya yang sudah membasahi tubuhnya. Hancur sudah semuanya, "Kenapaaaa nakkkkkk... kenapaaaa baru sekarangggg kamu bilaaanggggg". Penyesalan menghinggapinya sekarang. Sebuah keserakahan yang membutakan dirinya selama ini. Penyesalan karena telah menilai seseorang dari luarnya saja. Pak Umar sadar selama ini telah menyakiti Al, dan putrinya sangat mencintai pria yang kenyataannya saat ini adalah pemilik 3MP. Dia mengorbankan cinta dan impian putrinya hanya karena sebuah kesesatan karena harta, dan tak sedikitpun melirik ke pria yang dicintai putrinya selama ini.

Begitu juga dengan Reza, yang sekujur tubuhnya terasa kaku. Ia tak habis pikir dengan semua ini. Ketakutan sekejap menghampirinya, apakah ia akan di depak oleh Al. Maaf! Beberapa kali seakan bibirnya ingin mengucapkan kata maaf tersebut, akan tetapi bibirnya seakan kaku gak bisa digerakkan.

"Ini gak mungkinnnn... ini gak mungkiiiiinnnnn" suara tangisan dan histeris mendengar sebuah kenyataan saat ini, Rahma melangkah mundur sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Mulutnya tertutup dengan kedua tangannya. Air matanya berlinang membasahi kedua pipinya.

"Kenapaaaaaa Zy??? Kenapaaa gak dari dulu kamuuuu bilaaangggggg" Rahma sepertinya belum menerima kenyataannya saat ini. Ia histeris dan menyalahkan Al yang terlambat mengatakan semuanya. Andai saja, yah kata andai lah yang terbersik dipikiran wanita berkerudung itu.

Semua keluarga yang hadir menunduk, dan menyesal telah menilai Al dari luarnya. Pak Umar tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Kedua matanya terasa kabur menahan isak tangisnya saat ini. Begitu juga mama Rahma yang tak henti-hentinya mengusap pundak Pak Umar untuk menenangkan suaminya dari emosional jiwanya saat ini.

"Pak Reza, aku minta izin yah" ujar Al meminta izin untuk menenangkan Rahma yang masih menangis dan tertunduk lemas di lantai.

Reza hanya mengangguk dan tak bisa berbuat apapun saat ini.

"Ma, lihat aku" ujar Al mengangkat tubuh Rahma lalu memegang kedua pundaknya sambil menatap wajah Rahma dengan sendu.

"Hikss....kamu tegaa...kamu jahat Zy....dengan status kamu itu, kamu biarin aku sendiri dan bukannya.....bukannya......" Rahma langsung menolehkan wajahnya tidak mampu mengucapkan kata-kata terakhir yang ingin di ucapkannya. Rahma sadar statusnya sebagai istri orang lain, sehingga tidak pantas mengucapkan kalimat 'kenapa kamu tidak datang dan membawaku pergi dari tempat pelaminan'. Andai saja... andai saja Al jujur mengenai statusnya dari awal, semua ini tidak akan pernah terjadi menurut Rahma.

"Maafin aku Ma. Tapi aku mencari pasangan hidup yang menilai aku apa adanya, bukan ada apanya. Karena bagiku, harta tidak bisa membeli sebuah ketulusan. Dan kebahagiaan seseorang tidak bisa di nilai dari materi saja. Hiduplah tuk hari esok, karena waktu gak akan pernah berjalan mundur. Tapi, jadikan ini sebagai pelajaran hidup buat semua yang ada disini." Al menghapus air mata Rahma. "Aku minta maaf, mungkin takdir tidak mengizinkan kita untuk bersatu. Mungkin takdir sudah mengatur agar ini merupakan jalan yang terbaik untuk semuanya. Jalanilah takdirmu, dan biarkan aku menjalani takdirku juga"

"Zyyyy.... hiks... hikss.."

"Kamu liat pak Reza? Dia begitu mencintai kamu, masa depannya juga cerah. Aku harap kisah kita sudah selesai sampai disini, kembalilah ke Pak Reza" ujar Al. "Pak Reza," lanjutnya sambil menoleh ke Reza dan menarik lengan Rahma pelan untuk membantu Rahma duduk di samping suaminya.

"Maaf semuanya, sudah membuat suasananya sedikit gak enak... apakah aku masih bisa gabung?" Ujar Al sambil tersenyum. Tak ada dendam, tak ada amarah yang terlihat diwajah Al saat ini. Bahkan sebuah senyuman yang sangat ikhlas dilemparkan ke semua keluarga yang selama ini pernah menghinannya.

Akhirnya semua menganggukkan kepala meng-iyakan untuk Al tetap bergabung. Al tersenyum, "Makasih" kemudian menarik kursi disebelah Pak Toto untuk duduk bergabung dengan yang lainnya.

Al merasakan suatu kelegaan setelah menunjukkan siapa dia sebenarnya, masih dengan sopan pun ia tersenyum sambil menjabat tangan ke semua yang ada di meja.

"Oh iya, Congratulation buat Pak Reza dan Ibu Rahma. Maaf yah, tidak sempat hadir di acara pernikahan kalian. Sekali lagi, congratulation juga karena sudah menggantikan posisi Pak Toto sebelumnya menjadi General Manager di Hotel kami. Semoga Hotel kami menjadi jauh lebih baik saat di tangani oleh bapak." Ujar Al saat berjabat tangan dengan Reza yang sedikit gemetar saat menyentuh telapak tangan Al.

Tak ada satupun yang berani mengeluarkan kata-kata, Al sekilas melirik wajah-wajah penyesalan di wajah mereka semua kecuali pak Toto yang sedari tadi hanya diam tapi sudah mampu membaca situasi yang terjadi saat ini.

"Sudah pesan?" Tanya Al ke Pak Toto dan Pak Reza.

"Sudah Pak," jawab Reza.

Beberapa saat Rahma menatap hampa dan masih terngiang-ngiang dengan kenyataan yang ada saat ini. Al, seorang pengusaha sukses yang selama ini ia cintai. Tak hentinya Rahma menyalahkan semua orang bahkan Al pun tak luput dari amarahnya saat ini. Pikirannya saat ini sangat gundah, apa mungkin baginya bisa menjalani hubungannya dengan Reza setelah mengetahui kebenaran tentang Al?Sulit. Itu adalah jawaban saat ini yang hinggap dibenaknya.

Walaupun Rahma, berpikir bahwa pernikahannya adalah suatu keterpaksaan tanpa diikuti rasa cinta maupun ketertarikan. Tapi, dia gak bisa lari dari statusnya saat ini sebagai ‘Nyonya’ Reza. Tetapi baru beberapa hari yang lalu diresmikan, sudah muncul lagi godaan dihatinya.

Haruskah Rahma mengikuti egonya, memilih menggapai cintanya dan secara terang-terangan bilang "CERAI" di depan suami dan keluarganya?Tidak akan semudah itu. Berkali-kali Rahma meyakinkan dirinya bahwa jawabannya adalah kesulitan luar biasa untuk terus menerus menyembunyikan perasaannya terhadap Al. Apakah dia akan terus seperti ini? Lalu bagaimana kelanjutannya di masa depan? Entahlah, itu hanya akan membuat kepala Rahma pusing.

Sekarang yang harus dipikirkan Rahma adalah bagaimana kembali menjalani harinya dari waktu ke waktu ketika ia sedang bersama Reza. Tanpa ia sadari, sedari tadi menatap Reza dengan beragam pikiran.

"Maafkan kami yah Pak Al," bibir Pak Umar gemetar saat pertama kali mengeluarkan suara setelah mengetahui siapa Al sebenarnya. Wajahnya terlihat kusam, jantungnya berdebar kencang. Stress, saat ini yang ia rasakan.

"Gak perlu minta maaf Pak, lupakan semuanya dan jaga kesehatan bapak. Aku lihat bapak sepertinya kurang sehat saat ini." Ujar Al menoleh ke Pak Umar sambil tersenyum dan mencoba memberikan sedikit ketenangan dengan memegang tangan Pak Umar.

Tiba-tiba Reza maupun Rahma meneteskan air matanya saat mengetahui bahwa Al sama sekali tak marah maupun dendam terhadap Pak Umar. Justru, saat ini malah Al yang menenangkan Pak Umar yang terlihat stress.

Al terlihat berbisik-bisik ke Pak Toto untuk meminta tolong mengosongkan resto saat ini. Karena memang beberapa tamu yang tadi memperhatikan kejadian di meja no 44 nampak telah selesai makannya.

Tak lama Pak Toto kembali ke kursinya setelah mengobrol dengan Manager Resto untuk menutup Restonya karena tempatnya telah di booking oleh Al.

"Sepertinya malam ini semuanya harus makan banyak yah," ujar Pak Toto mencairkan suasana. "Dan tadi saya suruh close aja tempat ini supaya lebih private lah"

Semua yang ada di meja yang tadinya memandang enteng si Al, berubah menjadi kekaguman terhadap diri Al. Bagaimana tidak? Sudah dihina, tapi Al tak pernah dendam sedikitpun ke mereka. Bahkan, justru Al mengakrabkan diri dan mencoba melupakan kejadian-kejadian selama ini. Masih muda, sukses, dan sangat bijaksana terhadap situasi didepannya.

Kedua orang tua Reza pun berdecak kagum dan sedikit di raut wajah ayah Reza seperti merasakan sebuah ke-khawatiran akan sesuatu. Lama ia menatap wajah Al, seakan ingin mengucapkan sesuatu. Namun, ada sedikit rasa sungkan terhadap pemuda itu.

Akhirnya semua pesanan mereka pun tiba di antarkan dua orang waitress, membuat suasana mulai mencair.

"Oke, mari makan yuk... udah nunggu lama dan sepertinya udah lapar nih" ujar Pak Toto dan akhirnya merekapun ikut makan bersama.

Rahma tak henti-hentinya mencuri-curi pandang ke arah Al, ada rasa penyesalan dalam dirinya karena tidak memaksakan kehendaknya sejak dulu. Andai saja dia mempertahankam cintanya kepada Al, mungkin saat ini ia akan bahagia bersama pria yang di cintainya. Namun, sekilas Rahma mengingat kalimat yang di ucapkan Al tadi. Lalu wanita itu menoleh kesamping, melihat wajah suaminya yang sedikit terlihat pucat. Dia sangat paham bahwa kondisi saat ini semua orang kecuali Al dan Pak Toto tak pernah menyangka bahwa siapa Al sebenarnya.

"Hufffhhhhh..." beberapa kali Rahma menghela nafas mengatur perasaannya yang sedikit shock.

Kemudian, wanita itu menyentuh tangan Reza dan menggenggamnya untuk memberikan kekuatan menerima kenyataan ini.

Berbeda dengan ayah Reza, dimana pria itu masih saja menatap Al seakan ingin menanyakan sesuatu. Walau berat, tapi dia harus mencari jawaban dari ke-khawatirannya itu.

"Hemm... maaf sebelumnya Pak Al, saya dan ibu sebagai orang tua jujur tidak mengetahui banyak permasalahan bapak dengan anak dan besan kami. Tapi... eeehhhh, anu Pak gini, Apakah dengan kejadian ini akan berdampak dengan kerjaan anak saya?" Ujar ayahnya Reza yang dengan berat hati mengeluarkan unek-unek di hatinya.

"Aku tidak pernah mencampur adukkan masalah pribadi dengan masalah profesional. Dan aku berharap mulai saat ini lupakan semuanya, dan buat Pak Reza sendiri. Silahkan jalankan apa yang menjadi tanggung jawab baru bapak di posisi yang sekarang." Jawab Al membuat semua orang di meja menghela nafas panjang karena lega atas ucapan Al.

"Makasih Pak," ujar ayah Reza sambil berucap syukur dalam hati.

"Oh iya, buat Pak Reza, Ibu Rahma dan Pak Toto... bahkan yang lainnya. Apa yang terjadi malam ini tolong di lupakan saja. Dan, khususnya buat Pak Reza dan Ibu Rahma tolong informasi tentangku jangan di cerita di kantor. Siapa aku, dan ada hubungan apa dengan kalian. Intinya, tolong identitasku dijaga jangan sampai bocor ke anak-anak yang lain"

"Baik Pak."

"Gak ada maksud sih, tapi alangkah baiknya kalian mengetahuiku sebagai orang biasa saja." Ujar Al kembali dan cukup dimengerti oleh semuanya.

Makin lama keakraban terjadi di antara mereka, Al pun mulai mencair dan mengobrol ringan sambil menghabiskan hidangan makan malam mereka.

Al malam ini hanya makan sedikit. Saat dipiringnya sudah terlihat bersih atau makanannya sudah habis. Ia pun membisikkan sesuatu ke Pak Toto dan di jawab dengan satu anggukan oleh Pak toto.

"Permisi, aku kebelakang sebentar." Ujar Al pamit untuk ke toilet.

Sebetulnya Al tidak ke toilet, tapi justru dia menuju kasir untuk menyelesaikan semua bill pesanan mereka malam ini. Nilainya lumayan banyak, tapi tidak masalah bagi seorang Al.

Tak lama Al kembali ke meja dan tersenyum ke arah Pak Toto.

"Hemm... gini pak Reza dan semuanya, mohon maaf nih. Aku kayaknya harus pamit, karena kebetulan aku juga ada janjian dengan rekanan bisnis di Makassar. Nih, orangnya udah bbm."

"Wah, baiklah pak Al. Terima kasih Pak atas kedatangan bapak." Ujar ayah Reza.

"Maafkan bapak yah nak." Ujar Pak Umar justru keceplosan memanggil Al dengan kata Anak. Al tersenyum sambil menjabat tangan Pak Umar dan mengangguk mengiyakan bahwa Al memaafkan semua kesalahannya selama ini.

"Oke kalo begitu aku pamit dulu yah Pak, Rahma, Pak Reza dan Pak toto. Ibu dan bapak. Sekali lagi terima kasih." Ujar Al lalu pamit untuk pulang.

Saat Al sudah meninggalkan tempat, Reza mengangkat tangannya memanggil salah satu waitress untuk menghitung bill pesanan mereka.

"Gak usah Za, udah di handle sama Pak Al." Ujar Pak Toto membuat Reza terdiam dan berucap dalam hati 'sebuah rasa terima kasih yang sangat banyak terhadap kebaikan Al'.

Al berjalan menuju parkiran mobilnya, sebuah kelegaan terlukis di wajahnya saat mengingat semua apa yang sudah terjadi. Anggaplah suatu pelajaran buat Reza maupun keluarga, agar tidak menilai seseorang dari penampilan luarnya.

Bersambung...

By TJ44

Tuesday, December 13, 2016

Me & U - PRIVATE SECRET 25



SELAMAT TINGGAL MASA LALU


Suara pancuran air dari ruang tengah membangunkan seorang gadis yang saat ini sedang tertidur di kamar atas yang terletak di lantai 2 sebuah rumah mewah bergaya western dengan cat dominan berwarna putih dan kuning gading. Desain interiornya mampu membuat fresh otak pemilik rumah saat dikantor pekerjaannya sangat menumpuk. Meski berukuran kecil, nuansanya yang terbuka membuatnya terkesan lapang. Posisi kolam renang di desain khusus, sehingga berada di tengah-tengah rumah dan mudah diakses dari segala ruangan, yakni dari ruang keluarga, ruang tamu, dan bahkan dari area parkir.

Diah baru saja terjaga dari tidurnya pagi ini, ia pun beranjak keluar kamar dan saat membuka pintu kamar seketika matanya melihat se-isi ruangan membuatnya berdecak kagum atas apa yang dilihatnya.

Perlahan-lahan ia pun melangkah turun menuju ruang tengah dan berdiri melamun dengan menyisir seluruh ruangan lantai 1, lalu berhenti tepat di pinggir kolam renang.

Diah tak mendapatkan seorang pun didalam rumah, matanya masih mencari-cari pemilik rumah yang bernuansa sangat privat. Tak hentinya ia memperhatikan kolam renang indoor didalam rumah yang sangat mewah ini, ditambah lagi penggunaan furniture di sekitar kolam memberikan aksen yang sangat kental dengan style western. Di salah satu sisi kolam, terdapat satu set kursi santai, sebagai tempat untuk bercengkrama bersama keluarga. Di sisi lainnya, terdapat satu set meja makan. Di sini, keluarga bisa menikmati hidangan bersama dengan view kolam renang yang menyegarkan. Sementara itu, nuansa alami semakin kental dengan peletakan beberapa tanaman hias di sisi kolam lainnya.

"Sudah bangun?" Tiba-tiba seseorang menyapa Diah pagi ini yang baru saja keluar dari kamar pribadinya yang terletak di lantai 1. Diah menoleh ke arah suara itu, lalu ia pun mendapati Al sudah berpenampilan rapi menggunakan kemeja hitam kotak-kotak dan jas berwarna hitam, tetapi bawahannya hanya menggunakan jeans biru dengan sepatu 3/4. Senyum terlukis diwajah cantik Diah saat mengetahui siapa yang baru saja menyapanya.

"Iya Kak, maaf semalam Diah ngerepotin kakak." Ujar Diah lalu melangkah mendekat ke arah pria itu. Seutas senyuman hangat dari gadis itu saat berada tepat dihadapan Al.

"Hemmm... tadi Bu Ningsih udah nyiapin sarapan buat kita, dan kalo mau apa-apa silahkan ke belakang aja. Karena memang para pekerja disini jarang masuk kedalam rumah kecuali saat mereka membersihkan rumah... Bu ningsih tinggal di belakang rumah kok" ujar Al menjelaskan ke Diah keadaan rumahnya yang memang para pembantu dirumahnya tinggal di belakang.

"Kak, bentar" ujar Diah lalu memperbaiki letak kerah baju Al, pria itu langsung tersenyum diperlakukan seperti itu. Diah merapikan Jas Al sambil mengusap dada dan lengannya.

"Udah, tampan... berkharisma... baik hati," gumam Diah pelan tapi cukup pelan terdengar ditelinga Al membuatnya tersenyum."Diah masih pacar kakak kan sampai bentar malam... hehehe," anggukan kepala Al membuat Diah bahagia.

"Pakaian baru ada di dalam lemari, tadi pagi aku menyuruh anak Bu Ningsih untuk menyiapkan semuanya... kamu dirumah aja dan gak usah kemana-mana. Kalo mau keluar rumah, silahkan minta tolong ke pak Ray supir pribadi dirumah ini untuk mengantar kamu... tinggal pilih aja mobil digarasi" Ujar Al dan di jawab dengan anggukan kepala dan senyuman gadis itu.

"Ya udah, kalo gitu aku ngantor dulu yah." Saat Al pamit, lengannya ditahan oleh Diah membuat Al menghentikan langkahnya.

"Aku masih pacarnya kak Al kan?" Tanya Diah dengan wajah memelas dan dijawab dengan anggukan dan senyuman kembali oleh Al. "Hemmm... kalo gitu, kenapa pamitnya gak cium Diah dulu?"

Al menarik tubuh Diah lalu mengecup kening gadis itu membuatnya merasakan sebuah kebahagiaan. Walaupun hanya sehari, tapi mampu membuat gadis itu sejenak melupakan masalahnya yang saat ini menimpanya.

"Kak, ti ati" ujar Diah lalu menyalim tangan kanan Al dan dijawab dengan elusan dipipinya.

"Kalo butuh sesuatu, minta saja no HP ku di Bu Ningsih yah... ya udah aku tinggal dulu" akhirnya Al meninggalkan Diah sendiri dalam rumah dan berangkat ke kantornya dengan sebuah perasaan aneh dihatinya.



Pagi hari, sebuah Jeep GC berwarna Hitam sedang bermacet ria di jalan tol menuju kantor pusat 3MP. Al yang duduk di kemudi sambil mendengarkan radio berita tentang suasana ibu kota pagi ini lebih memilih untuk nenelfon seseorang. Al membuka layar HPnya yang sudah ter-connect dengan double Din yang dilengkapi dengan perangkat bluetooth, lalu menekan tombol 1 dan langsung terconnect dengan nomor seseorang. 'Gadis Bodoh', nama itulah yang tertera di layar HP Al dengan foto seorang gadis yang telah mengisi hatinya saat ini.

"Halo," ujar Al saat gadis itu yang tak lain si Reva mengangkat telfonnya.

"Yah halo Al, ada apa?"jawab Reva diseberang.

"Pengen nelfon aja,"

"Hehe, bilang aja kalo kamu lagi kangen sama aku." Ujar Reva.

"Emang, udah sarapan?"

"So sweet... hihihi, udah barusan dikantin bawah... kalo kamu?"

"Bentar lagi kalo udah dikantor, nih masih kena macet" ujar Al tersenyum, ntah kenapa saat mendengar suara Reva hatinya sangat senang. Ingin rasanya ia mengungkapkan apa yang saat ini ia rasakan, tetapi dalam benaknya mungkin belum saatnya. Biarlah waktu yang akan menjawabnya.

"Eh btw, besok acara akad nikah si Rahma... kamu gak datang?"

"Gak, lagi banyak kerjaan di Jakarta Va" jawab Al, tapi cukup membuat hatinya terpukul mendengar kabar tentang pernikahan Rahma.

"Yakin? Kenapa gak datang dan ngebatalin pernikahan mereka?" ujar Reva yang sedikit serius mengucapkan pertanyaannya barusan.

"Emang sinetron, cowoknya datang menggagalkan pernikahan ceweknya? Lagian kan udah ada kamu. Bener gak?"

"Hehe... bener juga sih, tapi... hemmm. Kapan kamu ke Makassar Al?"

"Kenapa? Kangen yah?" Tanya Al.

"Yehhh... siapa juga yang kangen sama cowok Gay kayak kamu. Malas banget" ledek Reva yang terdengar mulai santai.

"Ya udah, kalo gitu aku gak akan ke Makassar lagi"

"Kok gitu sih, trus hemmm..." Ujar Reva terpotong.

"Hahahah, kan ketahuan kalo kamu lagi kangen sama aku"

"Hehe, udah ah... aku mau kerja dulu. Gak enak, ada Indah disini. Ntar kena marah lagi"

"Siapa yang berani marahin kamu?" Tanya Al dengan nada serius.

"Elah, yah jelas atasan aku lah. Lagian emang kamu bisa apa, kalo aku kena marah? Emang kamu yang punya perusahaan?"

"Hehehe... gak, ya udah kalo gitu... kamu kerja lagi gih,"

"Ya udah, kamu juga hati-hati di Jakarta. Jangan nakal-nakal loh. Ingat janji kamu dan calon bayi yang ada diperut aku. Hehehehe" Ujar Reva becanda tapi cukup membuat Al terdiam.

"Bayi?"

"Hahahahahaha... gak lah Al, baru digertak gitu aja udah gugup. Santai aja, lagian kan tuh malam kamu keluarinnya diluar. Masa iya mau jadi"

"Hufhhhhhh... kalo becanda itu jangan keterlaluan Va. Kalo misal iya, aku hari ini akan ke Makassar dan langsung bertanggung jawab dengan apa yang aku perbuat"

"Ya udah, sekarang kamu ke sini. Aku lagi hamil anak kamu. Wekk"

"Yeh... kata-kata pertama yang aku pegang tau, udah yah nih jalannya udah agak longgar. Ntar dilanjut lagi" ujar Al.

"Oke deh, ti ati yah... muachhh" ujar Reva dan memberikan ciuman jauh dari seberang.



Hari ini, tepat sudah hari acara akad nikah antara Rahma dan Reza yang di adakan dirumah kediaman orang tua Rahma. Iring-iringan calon mempelai pria-pun telah tiba. Reza yang memakai pakaian adat Bugis sedang berjalan menuju ke tempat yang telah disediakan. Panggung kecil yang telah lengkap dengan pak Imam kelurahan untuk memulai proses ijab kabul.

Rahma, yang sedang menunggu di dalam kamar masih merenung atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Seandainya saja ada pilihan lain diberikan kepadanya, Rahma jelas akan memilih mengakhiri perjodohan tak wajar ini dengan melarikan diri dari pernikahan yang sudah di depan mata. Sayangnya tidak ada satupun opsi yang memberinya kesempatan untuk kabur atau menghentikan waktu.

Beberapa menit kemudian, suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia sadar bahwa Reza sebentar lagi akan sah menjadi suaminya. Ia mematung tepat di depan pintu kamarnya, lalu muncullah mama Rahma dengan tersenyum sambil menggandeng lengan gadis itu untuk bertemu dengan Reza.

Rahma menatap lurus jauh ke para tamu undangan yang telah hadir. Matanya berair, menginginkan seseorang yang hadir saat ini. Semua tamu undangan yang hadir tersenyum kepadanya. Ada Reva, Indah, dan semua rekan-rekan sekerjanya baik yang masih memakai seragam karena memang mereka lagi bertugas. Dan juga yang memang sedang libur malah memakai pakaian pesta. Sanak saudara, para sahabat juga ikut hadir dalam acara tersebut.

Rahma menatap mereka dengan tatapan hampa. Pikirannya kacau, jantungnya berdetak cepat dan matanya sedikit kabur karena air mata yang berusaha ia tahan. Keadaannya mendadak kacau seperti itu karena mendapati Reza berdiri tegak diatas panggung bersama papanya dan kedua orang tua Reza yang memang sudah menunggu kehadirannya untuk melangsungkan acara ijab kabul dimana ia harus mendampingi Reza saat proses tersebut.

Berulang kali Rahma menelan ludah, rasanya pahit seperti ia baru saja memakan sayuran yang tak enak. Tangannya yang memegang buket bunga terasa berkeringat walau ada sarung tangan yang menjadi perantara di antara kulitnya. Kakinya sulit sekali digerakkan, seakan tubuhnya terpaku di tempatnya berdiri sekarang. Otaknya terus menerus memberi perintah agar ia memaksa kakinya untuk melangkah menjauh dari panggung, sepintas ia berbalik menatap pintu rumahnya dan seakan pikirannya menyuruhnya untuk pergi meninggalkan semuanya sesuai dengan keinginannya selama ini. Tapi di lain pihak, Rahma tidak habis pikir kenapa hatinya mengatakan hal yang berbeda. Hatinya tetap saja memerintahkan untuk meneruskan pernikahan ini, walau sulit sekali mendapat logika yang tepat untuk menjelaskan hal itu.

Beberapa kali Rahma tampak menoleh ke belakang, menatap pintu Rumahnya dan berharap seseorang akan hadir disana. Seseorang yang sangat diharapkannya datang dan memberikan angin segar untuk masa depannya. Alfrizzy, nama pria yang terus muncul dalam kepala gadis itu sejak dulu bahkan hingga saat menjelang acara akad nikahnya. Harapan besar telah digantungkan Rahma pada pria itu. Harapan atas kehadiran pria itu sebagai tumbal pembatalan proses pernikahan. Tapi, sampai saat terakhirpun sepertinya pria itu tidak akan muncul dari arah itu. Rahma hanya menarik nafasnya dan pasrah pada takdir dan nasibnya.

Satu sentuhan ringan di lengan kirinya membuat Rahma tersadar bahwa waktunya tiba. Rahma menatap Reva, mengisyaratkan sebuah pertanyaan bahwa kenapa 'Dia' tak datang. Sorot matanya menyiratkan bahwa Rahma sama sekali tidak siap untuk melangkahkan kakinya menuju panggung yang mungkin hanya berjarak beberapa meter saja.

“Sayang ayo," suara Mamanya membuyarkan kembali lamunannya.

Perkataan Mamanya hanya ditanggapi anggukan dingin oleh Rahma. Beberapa detik kemudian mereka bersama berjalan pelan, langkah demi langkah, menuju panggung pelataran yang menentukan nasib masa depannya.

Sepanjang jalan, Rahma hanya memperlihatkan ekspresi kaku dan tatapan mata kosong. Ketidakrelaan itu terlihat sekali dari wajahnya. Reza yang menyaksikan pemandangan tersebut dari atas hanya bisa menghela napas pelan. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan Rahma sekarang. Tapi Reza tetap tidak bisa mundur dengan situasi itu.

Reza mencintai Rahma. Cinta yang menimbulkan ego dalam hatinya, ingin sesegera mungkin memiliki Rahma seutuhnya. Walau cenderung selfish dan dipaksakan, dia tidak peduli. Karena alasan itu pula reza beberapa kali bertindak kasar ke al. Tentunya karna reza tidak ingin Rahma jatuh ke pelukan Al.

Situasi tegang tidak bisa dihindarkan saat mama Rahma menyerahkan putrinya pada papanya untuk melanjutkan acara akad nikah mereka. Rahma hanya melirik sekilas wajah pria itu, ketakutan menghampirinya. Reza merasakan tangan gadis itu yang gemetar saat ia menyentuhnya untuk membantu dan membimbing Rahma untuk duduk disebelahnya.

Suasana tiba-tiba hening, hanya terdengar suara pak Imam yang mengucapkan bait demi bait syair AlQuran melalui sound.

Beberapa kali Rahma menelan ludahnya, memejamkan mata dan menenangkan pikiran. Berusaha memikirkan seseorang yang mungkin lebih diharapkan berdiri disampingnya. "Izzy kamu dimana?" Rahma tak henti-hentinya bergumam memohon dan berdoa kepada sang pencipta untuk mendatangkan sebuah ke ajaiban yang bisa merubah segalanya. Namun, jalan inilah yang ia pilih. Beberapa kali ia diberi kesempatan untuk mengulang kembali kisah mereka, tetapi malah ia lebih mengikuti perjodohan yang ditentukan oleh kedua orang tuanya.

Tiba saatnya pengucapan Ijab kabul, mau tak mau Rahma menerima semuanya.

“Saya terima nikahnya Rahma Lisiana binti Umar dengan mas kawin dibayar tunai” lidah Reza dengan cepat mengucapkan ijab kabul tersebut.

"Sah?"

"Saaaahhhhhh"

"Amiiinnnnn"

Semua tamu undangan yang hadir bersama-sama meneriakkan kata 'Amin' dan juga yang hadir sebagai saksi, bahwa Reza dan Rahma telah sah menjadi sepasang suami istri. Reza cukup lega setelah berhasil mengucapkan ijab kabul pernikahannya dengan sempurna.

Para sahabat Rahma yang mengetahui perjalanan hidupnya serta cinta terpendamnya terhadap Al yang selama ini membuatnya tersiksa, tak dapat menahan lelehan air matanya. Mereka merasa bahwa Rahma sangat kuat menjalani hidupnya. Mungkin Rahma yang mengambil keputusan untuk menikah dengan Reza adalah hal yang sudah ditakdirkan oleh sang pencipta. Dan didalam doa mereka bahwa semoga Rahma bisa menerima dengan lapang hati dan berusaha tegar menghadapi kenyataan yang terpampang di hadapannya.

Tangan Rahma ter-ulur seperti robot saat Reza hendak memakaikan cincin nikah padanya. Sebuah cincin dengan satu berlian tersuruk di jari manisnya. Cincin yang tampak sangat mewah dan mahal itu telah sah menjadi simbol kepemilikan Reza terhadap Rahma sebagai istri sahnya. Tangan Rahma juga terlihat sedikit gemetar saat berusaha memakaikan cincin ke jari tangan milik Reza. Sambil menahan napas akhirnya Rahma berhasil menyematkan cincin itu dijari manis suaminya.

Ketika kedua orang tuanya memberikan instruksi kepada mempelai pria untuk mencium pengantinnya, spontan Rahma menutup matanya. Ingin sekali rasanya ia mempercepat atau melompati adegan ini. "Please, can I skip this fase?? Tanya Rahma dalam hati, namun tak akan ada seorangpun yang menjawabnya.

"Muachhhhh" kecupan dari Reza dikeningnya membuatnya menghela nafas. Semua telah terjadi, dan mungkin mulai detik ini ia harus mengubur dalam-dalam masa lalunya. Cinta sejatinya terhadap Al, dan menerima Reza sepenuhnya menjadi suaminya.



Ngeesshhhhhhh...

Sreeeeng
Sreeeeng

"Hmm kurang dikit kecapnya"

Creeek creek!
Sreeng sreeeng!

"Hmmm yummy! Semoga kakak suka masakan aku, hihihi"

Matahari belum menampakan sinarnya, tapi sudah ada kesibukan di dapur sebuah rumah mewah di salah satu kawasan elite Jakarta. Gadis manis itu terlihat energik memotong sayur dan bumbu-bumbu, serta mengolahnya menjadi hidangan lezat untuk sarapan.

Diah saat ini sedang bergelut dengan beberapa peralatan dapur. Gadis itu ingin mempersiapkan sarapan pagi yang sangat special buat pemilik rumah, lalu setelah semuanya beres Diah meletakkan semua peralatan masaknya di westafel untuk dicuci kembali.

"Yeeey, jadi juga! Nasi goreng ala chef diah" gadis itu semangat sekali pagi ini. Membawa nuansa keceriaan di pagi hari. Wajah yg cerah, senyuman selalu mengembang di bibirnya. Memberi warna baru di dalam rumah Al saat ini.

Hari ini juga adalah hari dimana acara akad nikah Rahma dan Reza dilangsungkan di kota Makassar, dalam ruangan kerja yang terletak di samping kamar pribadi Al yang dikelilingi oleh kaca dan horden berwarna biru saat ini Al sengaja menyendiri di ruangannya, ia duduk di depan Mac Pro-nya yang berwarna putih dengan menatap kosong layar monitor.

Al lebih memilih untuk berdiam diri di rumah, setelah mengkonfirmasi ke Nostra bahwa hari ini ia sedang tak enak badan.

Diah, yang merasakan sebuah keanehan terhadap diri Al pagi ini yang tak kunjung keluar dari kamar merasa prihatin, gadis itupun akhirnya memberanikan diri untuk menghampiri ruangan Al.

Tok... tok... tok...

Suara ketukan di pintu kaca membuyarkan lamunannya.

"Masuk" teriak Al.

Krieeekkkk...

Sosok Diah dengan membawa secangkir kopi pagi ini mampu menghapus sedikit kegundahan di hati Al saat ini. Senyuman sendu membuat kesejukan di diri Al yang menatapnya dengan tersenyum.

“Kelihatannya kakak lagi ada masalah yah?” tanya Diah sambil mendekat ke meja kerja Al. Al memandang Diah dengan tatapan sendu, ia menggelengkan kepalanya kemudian menghela napas.

“Gak, hanya memang lagi malas keluar aja” Jawab Al.

“Minum dulu kak kopinya, mumpung belum dingin” ujar Diah menawarkan secangkir kopi yang diletakkan di atas meja kerja Al, lalu seakan meminta izin untuk duduk di depannya.

“Srupp..." Al menyurup kopinya sambil menatap wajah Diah membuat gadis itu tersenyum, seakan menunggu komentar dari pria itu mengenai kopi buatannya.

"Enak... pas gula dan kopinya" ucap Al membuat Diah lega.

"Kak, Diah mau pulang ke kosan hari ini yah. Hemmm... kan sekarang Diah udah gak jadi pacar Kak Al lagi." Beberapa saat Diah mulai membuka obrolan sambil menunduk tak mampu melihat wajah Al di hadapannya.

"Kamu udah sarapan?" Sepertinya Al mengalihkan pembicaraan dan menanyakan hal lain.

"Hehehe... kakak mau sarapan? Kebetulan tadi Diah udah buatin nasi goreng special buat kak Al" sumringah di wajah Diah dan melupakan sejenak niatnya untuk meninggalkan rumah Al karena mendapatkan jawaban anggukan kepala dari Al.

"Ayo," ajak Al lalu Diahpun dengan senang sekali beranjak mengikuti Al menuju ke ruang tengah dekat kolam renang.

"Maaf kak, Diah cuma nyiapin nasi goreng doank... hehehe" ujar Diah saat mereka tiba dimeja makan berbentuk bulat yang berada di dekat kolam dan Al hanya tersenyum lalu menarik kursi untuk duduk.

"Yuk bareng" ajak Al dan di iyakan oleh Diah.

Mereka berdua menghabiskan sarapan pagi sambil sesekali Diah mencuri pandang ke wajah Al yang masih saja terlihat murung.

Setelah sarapan, Diah membersihkan piring yang mereka gunakan dan Al beranjak masuk kembali ke dalam ruangannya. Diah menoleh ke pria itu lalu menatap pundak Al dari belakang. Seketika, Al menghentikan langkahnya lalu menoleh ke Diah sambil tersenyum.

"Kamu siap-siap yah, temani aku jalan-jalan" ujar Al membuat Diah riang lalu meng-iyakan tawaran Al.


○●○​


Dengan mengendarai mobil JEEP WR hijau Army miliknya, Al mengajak Diah menuju daerah Ancol hanya sekedar melihat suasana pantai dan menghibur hatinya yang saat ini sedang galau.

Diah berusaha mengurangi beban pikiran Al dengan cara menghiburnya dan mencoba mengalihkan pikiran Al saat ia mulai kembali memikirkan tentang Rahma. Walaupun Diah tak mengetahui apa yang terjadi terhadap Al saat ini, tapi sedikit banyaknya dia paham kalau ada sedikit masalah yang saat ini Al hadapi. Dan bukan masalah kerjaan tentunya, tapi masalah hati.

Al mengajak Diah jalan-jalan. Cukup sukses, karena keceriaan dari Diah dan manjanya terhadap Al membuat Al kembali ceria lagi. Dan ia berusaha tidak memikirkan masalah yang sedang dihadapinya.

"Mau makan apa?" Tanya Al saat mereka tiba di sebuah restoran seafood.

"Hehehe, ikut kakak aja deh" jawab Diah yang duduk di sampingnya.

"Makasih yah," ujar Al menoleh ke Diah.

"Sama-sama kak, eh btw... hemmm, dari awal ketemu kakak itu gak pernah manggil nama Diah yah? Dan juga selalu berbicara seadanya aja." Betul kata Diah, karena pria itu gak pernah menyebut namanya saat Al memanggilnya. Dan juga selalu berbicara seperlunya saja.

"Masa sih?"

"Iiih, pasti kakak gak sadar deh. Huhuhu" Diah merajut menggembungkan pipinya. Ekspresi kesal namun terlihat sangat lucu dan menggemaskan di mata Al.

Seorang waiters menghampiri meja mereka, lalu menanyakan pesanan sambil mencatat di kertas panjang. Al memesan udang bakar dan ikan bakar kerapuh, tak lupa dua mangkuk sayur lodeh. Untuk minumannya, Al memesan 2 botol teh Sosro untuk dirinya dan segelas Jus Jeruk untuk Diah.

Diah memangku kedua lengannya bersandar di meja panjang tempat mereka duduk, dagunya berpangku di lengan sambil menunggu pesanan mereka datang. Wajah manja dan lucu mampu sedikit membantu Al untuk melupakan apa yang saat ini pria itu rasakan.

"Kak," tanya Diah tapi masih memangku wajahnya di ujung meja.

"Kok muka kamu kek gitu,?" Al memperhatikan kelakuan Diah lalu tertawa karena melihat bibir manyun yang di buat-buat oleh gadis itu."Apaan sih kamu," lanjut Al lalu mengusap lembut rambut Diah.

"Silahkan mas mba," ujar Waiters yang tadi saat membawakan pesanan minuman mereka. "Makanannya bentar lagi pak,"

"Makasih yah Mas," ujar Al.

Srruuuppp... sruppppp...

Glukkkk... glukkkk...

Diah memainkan straw di gelas minumannya sambil menghisap jusnya lalu meniup untuk menggelumbungkan kembali ke minumannya. Terlihat jorok sih kalau orang lain yang melihatnya, tapi cara itu mampu membuat Al kembali tertawa.

"Hahahaha, hei. Malu diliat ama orang tau" ujar Al masih tertawa melihat tingkah Diah disampingnya.

"Emang Diah pikirin... huuuuu" jawab Diah dengan memanyunkan bibirnya sambil menggigit manja straw di mulutnya.

Al hanya bisa melihat tingkah laku aneh gadis itu tapi cukup mampu menghiburnya, sekilas Diah melirik ke arah Al dan tersenyum melihat perubahan wajah pria yang saat ini dia kagumi.

"Gityuuu donk, masa jalan sama cewek cantik mukanya ditekuk sih kak. Ihhh, malu-maluin Diah aja." Ucap Diah cemberut.

"Hahahahahahaha... udah udah, kamu tuh dasar.... haha"

Al menarik kepala Diah lalu di kucek-kucek rambut gadis itu saking gemasnya, Diah seakan mencoba menghindar tapi tak menjauhkan kepalanya dari tangan Al.

"Ihhhhhhh... rambut Diah bisa rusak kakakkkk. Gimana sih! ih." Diah pura-pura kesal malah bikin Al makin gemas kepadanya.

Mereka akhirnya tertawa bersama mengingat tingkah mereka berdua saat ini, dalam hati Diah saat ini sangat bersyukur karena bisa membuat Al tersenyum lagi.

Tiba-tiba intro music sebuah lagu kesayangan Diah dari SO7 terdengar di sound dalam resto.

"Sssstttttt... kak, diem dulu." Diah meletakkan jarinya di bibirnya menyuruh Al untuk diam sejenak.

Lalu gadis itu kembali melipat kedua tangannya dan menopang dagungnya di atas meja. Sambil menutup matanya menikmati alunan lagu tersebut. Sedangkan Al hanya bisa diam dan tersenyum.

SHEILA ON 7

Buat Aku Tersenyum

Datanglah sayang dan biarkan ku berbaring.
Di pelukanmu walaupun tuk sejenak.

Usaplah dahiku dan kan kukatakan semua.
Bila kulelah tetaplah disini,
Jangan tinggalkan aku sendiri

Bila kumarah biarkanku bersandar,
Jangan kau pergi untuk menghindar.

Rasakan resahku dan buat aku tersenyum,

Dengan canda tawamu walaupun tuk sekejap.

Karna hanya engkaulah yang sanggup katakan aku.

Karna engkaulah satu-satunya untukku.
Dan pastikan kita selalu bersama
Karna dirimulah yang sanggup mengerti aku,
Dalam susah ataupun senang.

Dapatkah engkau s'lalu menjagaku.
Dan mampukah engkau, mempertahankanku.

Bila kulelah tetaplah disini,
Jangan tinggalkan aku sendiri.
Bila kumarah biarkanku bersandar,
Jangan kau pergi untuk menghindar​

"Fiuhhhhhh..."

"Suka?"

"Bangettttt, hihihi... dan itu buat kakak. Hehehe" cengir Diah dengan manjanya. "Biar kakak bisa tersenyum lagi gityuuu... hihi"

"Makasih yah," ujar Al. Dan dijawab dengan anggukan kecil oleh gadis itu sambil melempar sebuah senyuman dari wajah cantiknya.

Hening...

"Gimana? Apakah kamu udah selesaikan masalah kamu?" Tanya Al kembali.

"Sudah kak, kemarin Diah udah bayar semua." Jawab Diah mencoba tak terbawa suasana kesedihan karena mengingat justru ia yang harus menghibur Al yang saat ini sedang galau.

"Ya udah deh, kalau ada apa-apa ngomong aja"

"Beresss bos" ujar Diah sambil mengedipkan matanya sambil mengangkat tangan kanannya memberikan hormat ke Al.

"Hehehe... kamu lucu yah ternyata." Ujar Al.

"Lucu dan imut kan" dengan gaya manjanya gadis itu memanyunkan bibirnya.

"Yah bisa dibilang gitu,"

Saat pesanan mereka datang, Diah segera mengambilkan beberapa lauk ke piring Al dan juga nasi yang awalnya pria itu menolaknya. Tapi, karena sedikit paksaan dari gadis manja disampingnya maka Al meng-iyakan saja pelayanan gadis itu terhadapnya.

Setelah merasa tubuh mereka telah letih maka Al memutuskan untuk kembali ke rumah, dan tak lupa Al mengajak Diah untuk kembali lagi kerumahnya. Walaupun sedikit penolakan dari Diah, tapi sepertinya tak berlaku buat Al untuk mengajak gadis itu pulang.



○●○​



Di kantor pusat 3MP, hari ini adalah hari terakhir Pak toto dan ke tiga seangkatannya mengikuti sesi trainning selama 2 minggu. Setelah semuanya beres, mereka bertemu kembali dengan pemilik perusahaan di dalam ruangan.

Al saat ini sibuk di depan laptopnya langsung teralihkan perhatiannya saat ke empat RBD mengetuk pintunya. Ia pun mempersilahkan mereka untuk masuk.

Merekapun akhirnya berbasa basi sambil mengobrol ringan, Al sedikit memberikan pengarahan tentang beberapa metode bisnis yang akan mereka kerjakan saat kembali ke area masing-masing.

Tiba-tiba dering Hp pak Toto berdering dan terdengar oleh yang lainnya karena memang lupa di silent.

"Angkat aja pak, mungkin penting. Lagian kan trainingnya udah selesai." Al menyuruh Pak Toto untuk mengangkat telfonnya.


"Iya halo Za,"


"Oh gitu, iya hari ini rencananya saya balik Makassar."

"Besok? Boleh deh... kamu sms aja tempatnya."

"Iya maaf gak bisa hadir,"


"Hemmm... ya udah deh, nanti info aja jamnya dan tempatnya yah. See u yah bye" akhirnya pak Toto menutup telfonnya lalu memasukkan kembali ke sakunya.

"Wah kayaknya ada yang udah gak sabar nih ketemu ma istrinya" ujar Al mencoba mencairkan suasana kembali.

"Eh gak kok Pak Al, ini tadi si Reza... kan saya gak hadirin pesta pernikahan dia dengan si Rahma anak resepsionis... biasa cinta lokasi... trus ngajakin acara makan malam bersama keluarga." Jawab Pak Toto.

Terlihat sebuah senyuman di wajah Al, tapi senyum penuh arti lalu menatap tajam ke depan.

"Hemm... boleh aku ikut?"

Bersambung...

By TJ44